Wednesday 09th October 2024,

Beragama yang Ideal, Memadukan Antara Otentisitas dan Kekinian

Beragama yang Ideal, Memadukan Antara Otentisitas dan Kekinian
Share it

ASWAJADEWATA.COM |

Model keberagamaan di Indonesia sangat beragam, ada yang kefeqih-feqihan, ketasawwuf-tasawwufan, ketauhid tauhidan, kehadist-hadistan, ke Qur’an-Qur’anan, bahkan ada yang keakal-akalan.

Idealnya, beragama itu harus memadukan baina al ashalah wa al mu’asharah (antara otentisitas dan kekinian), antara tauhid, Tasawwuf dan fiqih, antara Wahyu dan akal, antara masa lalu dan masa depan, antara idealitas dan realitas, antara ketuhanan dan kemanusiaan dan “bainiyyah” lainnya.

Ingat dawuh KH. Afifuddin Muhajir, salah seorang wakil ketua Rais Am PBNU dan Guru besar Ma’had Aly Situbondo, beliau menyatakan (dalam bahasa saya) bahwa beragama yang kefeqih-feqihan cenderung normatif, kaku dan tidak bermoral. Demikian pula beragama yang terlalu ketasawwuf-tasawwufan juga cenderung a historis, tidak aplikatif dan tidak menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Apalagi jika hanya ketauhid-tauhidan, ia cenderung bathiniyah, a sosial, dan lebih bahaya lagi jika terjerumus pada “tadlily dan takfiry”- suka menyesatkan dan mengkafirkan. Maka, tegas beliau, memadukan ketiga ajaran itu menjadi keharusan, karena itulah Islam. Islam itu ya tauhid-akidah, ahlak-tasawwuf, dan fiqih-syari’ah. Bahkan dalam banyak kesempatan Allah seringkali menganjurkan umat manusia untuk naik kelas menjadi pribadi yang lebih agung, mengalah, sabar, pemaaf dan tidak berkubang kubang di dunia fiqih yang formalis.

Sesungguhnya model beragama yang memadukan ketiga ajaran itu banyak di isyarah oleh Al Qur’an, seperti:

﴿وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةࣲ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَیۡسَرَةࣲۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَیۡرࣱ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ﴾ [البقرة ٢٨٠]

Jika orang orang yang berhutang itu belum mampu membayar, maka berilah waktu sampai ia mampu membayarnya, namun jika kalian -tidak menagih lagi- dan mensedekahkannya, maka itu lebih baik, jika kalian mengetahuinya.

Menagih dan membayar hutang adalah manusiawi, itulah fiqih. Namun jika engkau tidak menagihnya dan mensedekahkannya, maka itu jauh lebih baik, inilah ahlak Tasawwuf. Dan jika kedua dilakukan karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau kepentingan lainnya, itulah tauhid.

Dalam ayat lain Allah berfirman:

﴿وَإِنۡ عَاقَبۡتُمۡ فَعَاقِبُوا۟ بِمِثۡلِ مَا عُوقِبۡتُم بِهِۦۖ وَلَىِٕن صَبَرۡتُمۡ لَهُوَ خَیۡرࣱ لِّلصَّـٰبِرِینَ﴾ [النحل ١٢٦]

Dan jika kalian hendak membalas kepada orang yang mendalimimu, maka balaslah persis seperti apa ia mendalimimu, dan demi jika engkau bersabar, maka itu lebih baik bagi orang orang yang bersabar.

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَجَزَ ٰ⁠ۤؤُا۟ سَیِّئَةࣲ سَیِّئَةࣱ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ لَا یُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِینَ ۝٤٠﴾ [الشورى ٣٩-٤٠]

Dan balasan keburukan adalah keburukan yg serupa. Barang siapa yang memaafkan dan membangun kedamaian, maka Allah yang menjamin pahalanya. Allah tidak menyukai orang yang dhalim.

Ayat berikut ini juga menegaskan bahwa orang yang tidak menuntut balas atas pembunuhan terhadap keluarganya, merupakan kasih Allah yang dicurahkan padanya.

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِی ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ فَمَنۡ عُفِیَ لَهُۥ مِنۡ أَخِیهِ شَیۡءࣱ فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَأَدَاۤءٌ إِلَیۡهِ بِإِحۡسَـٰنࣲۗ ذَ ٰ⁠لِكَ تَخۡفِیفࣱ مِّن رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةࣱۗ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَ ٰ⁠لِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِیمࣱ﴾ [البقرة ١٧٨]

Beragama itu indah, beragama itu menumbuhkan dan menghidupkan, beragama itu berbagi, beragama itu senyum-santun, beragama itu saling mengasihi, beragama itu saling menghormati, bergama itu tidak membedakan-diskriminatif, dan beragama itu cinta kebaikan dan kebijaksanaan.

Wallahu A’lam

Jakarta 140322

Oleh: Kiai Imam Nakha’i (Dosen Ma’had Aly Sukorejo Situbondo)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »