Sunday 08th September 2024,

Moderasi Beragama dalam Pandangan Ahlussunnah wal Jamaah: Menjaga Keseimbangan Tanpa Melampaui Batas

Moderasi Beragama dalam Pandangan Ahlussunnah wal Jamaah: Menjaga Keseimbangan Tanpa Melampaui Batas
Share it

Oleh : Saini

Dalam kehidupan beragama, moderasi menjadi salah satu konsep penting yang diajarkan oleh Islam, khususnya dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Moderasi beragama, atau yang sering disebut dengan *wasatiyyah*, merupakan sikap tengah yang tidak cenderung kepada ekstremitas, baik dalam bentuk ifrath (berlebihan) maupun tafrith (mengurangi). Namun, dalam penerapannya, moderasi ini memiliki batasan-batasan yang harus diperhatikan agar tetap berada dalam jalur yang benar menurut ajaran Islam. Batasan-batasan ini bukan hanya sekadar rambu-rambu, tetapi juga merupakan pedoman yang menjaga keutuhan ajaran Islam dan mencegah penyimpangan yang dapat merusak akidah dan syariah.

Prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah berpegang teguh pada ajaran dasar Islam. Ini berarti setiap upaya moderasi tidak boleh mengorbankan prinsip-prinsip fundamental agama seperti tauhid, kewajiban shalat, puasa, zakat, serta rukun iman dan rukun Islam lainnya. Prinsip-prinsip ini adalah fondasi yang tidak dapat diubah atau dikompromikan. Aswaja menegaskan bahwa apapun bentuk moderasi yang diterapkan, ia harus tetap berada dalam koridor yang telah ditetapkan oleh syariah. Ketika seseorang mulai melonggarkan atau menafsirkan ajaran dasar ini secara sembarangan atas nama moderasi, maka itu bukan lagi moderasi dalam arti yang sebenarnya, melainkan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

Selain itu, moderasi juga harus tetap menjaga keutuhan syariah. Syariah merupakan hukum Allah yang menjadi panduan hidup umat Islam. Dalam pandangan Aswaja, syariah adalah jalur yang jelas dan tegas, sehingga moderasi harus diterapkan dalam konteks mematuhi hukum-hukum tersebut tanpa menambah atau mengurangi. Salah satu contoh konkritnya adalah dalam menjalankan ibadah. Moderasi dalam ibadah berarti melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan kepatuhan, tanpa berlebihan seperti memaksakan diri untuk berpuasa secara terus-menerus tanpa jeda, yang justru dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, moderasi juga berarti tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban ibadah dengan alasan ingin menjalani kehidupan yang lebih ‘fleksibel’.

Batas lain dalam moderasi beragama adalah menjaga akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Akidah merupakan inti dari keyakinan seorang Muslim, dan Aswaja memiliki prinsip-prinsip akidah yang sudah mapan dan dipegang teguh oleh mayoritas umat Islam. Moderasi tidak berarti membuka diri terhadap berbagai ideologi atau pandangan yang bertentangan dengan akidah ini, baik itu yang terlalu liberal maupun yang ekstrem. Aswaja mengajarkan bahwa moderasi harus dilandasi oleh pemahaman yang benar tentang ajaran Islam, tanpa terpengaruh oleh pandangan-pandangan yang menyimpang yang dapat merusak akidah umat.

Dalam konteks moderasi beragama, perbedaan pendapat di kalangan ulama juga merupakan hal yang wajar dan bahkan sering kali menjadi rahmat. Aswaja dikenal dengan sikapnya yang moderat dalam menghadapi perbedaan pendapat, terutama yang muncul di antara madzhab-madzhab fiqh yang diakui, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sikap ini menekankan pentingnya menghormati perbedaan selama masih dalam koridor usul fiqh dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Moderasi di sini berarti bersikap bijaksana dan tidak fanatik terhadap satu pandangan, tetapi juga tidak meremehkan pendapat lain yang valid menurut hukum syariah.

Penolakan terhadap ekstremisme juga merupakan salah satu batasan penting dalam moderasi beragama. Aswaja dengan tegas menolak segala bentuk ekstremisme, baik itu dalam bentuk ghuluw (berlebihan) dalam beragama maupun tatharruf (ekstremitas) dalam penafsiran ajaran agama. Extremisme ini sering kali muncul dari pemahaman yang sempit atau salah tentang ajaran agama, yang kemudian diterapkan secara berlebihan atau tanpa mempertimbangkan konteks dan kondisi masyarakat. Moderasi dalam Aswaja adalah tentang keseimbangan dan proporsionalitas, di mana ajaran agama dilaksanakan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan tanpa sikap fanatik yang dapat merusak harmoni dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Selain itu, moderasi juga mencakup keseimbangan antara urusan duniawi dan ukhrawi. Islam mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah tempat kita menanam, sementara hasilnya akan kita tuai di akhirat. Oleh karena itu, seorang Muslim harus menjaga keseimbangan antara keduanya, tidak terlalu terfokus pada dunia hingga melupakan akhirat, tetapi juga tidak mengabaikan kehidupan duniawi dengan alasan ingin lebih dekat kepada Allah. Moderasi di sini berarti menjalani kehidupan dunia dengan baik, tanpa melupakan kewajiban-kewajiban ukhrawi, sebagaimana ditekankan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Ini termasuk dalam hal mencari nafkah, berkeluarga, dan berkontribusi kepada masyarakat, di mana semua itu harus dilakukan dengan niat yang benar dan dalam kerangka syariah.

Penerapan akhlakul karimah atau akhlak yang mulia juga merupakan salah satu ciri moderasi beragama dalam Aswaja. Moderasi tidak hanya tercermin dalam sikap beribadah, tetapi juga dalam berinteraksi dengan sesama manusia, baik yang seagama maupun yang berbeda keyakinan. Islam mengajarkan kita untuk bersikap baik, menghormati hak-hak orang lain, dan menjaga kerukunan dalam masyarakat. Moderasi dalam hal ini berarti menghindari sikap keras atau kasar, serta mengedepankan dialog dan pemahaman dalam menyelesaikan perbedaan. Akhlak yang baik adalah cerminan dari pemahaman yang benar tentang agama, dan ini adalah salah satu aspek yang sangat ditekankan oleh Aswaja dalam konsep moderasi beragama.

Dalam menjalankan moderasi, perlu diingat bahwa batas-batas yang telah disebutkan tadi harus selalu dipegang teguh. Moderasi tidak boleh menjadi alasan untuk melonggarkan prinsip-prinsip agama, apalagi mengubahnya sesuai dengan kehendak pribadi atau kelompok. Moderasi juga bukan berarti kita harus selalu mengambil jalan tengah yang netral, tetapi tetap harus berada dalam jalur yang benar menurut ajaran Islam. Dengan kata lain, moderasi adalah tentang bagaimana kita menjalani ajaran agama dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan keseimbangan, tanpa melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Pada akhirnya, moderasi beragama dalam pandangan Aswaja adalah sebuah konsep yang kaya akan nilai-nilai kebijaksanaan. Ia mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan beragama dengan seimbang, tidak berlebihan tetapi juga tidak kurang. Moderasi ini bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, di mana setiap individu bisa hidup dalam damai dan saling menghormati satu sama lain. Dengan memahami dan menerapkan batasan-batasan moderasi ini, kita tidak hanya menjaga keutuhan ajaran Islam, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh berkah, baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamaah, moderasi beragama adalah sebuah konsep yang mengajarkan keseimbangan dan proporsionalitas dalam menjalankan ajaran Islam. Namun, moderasi ini memiliki batasan-batasan yang harus diperhatikan agar tetap berada dalam jalur yang benar. Batasan-batasan tersebut meliputi berpegang teguh pada prinsip dasar Islam, menjaga keutuhan syariah, menjaga akidah Aswaja, menghormati perbedaan pendapat, menolak ekstremisme, menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat, serta menerapkan akhlakul karimah. Dengan menerapkan moderasi yang benar, umat Islam dapat menjalani kehidupan beragama dengan penuh kesadaran dan keseimbangan, tanpa melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.

*Penulis adalah Dosen STIS Nurul Qarnain Jember

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »