ASWAJADEWATA.COM
Banyak penceramah yang kerap membahas masa-masa jahiliyah, kemudian muncul pandangan bahwa apa saja yang berasal dari masa jahiliyah itu adalah hal yang jelek.
Tidaklah demikian jika kita menilik tarikh tasryi’. Tidak semua hukum-hukum maupun tradisi jahiliyah itu dihapuskan oleh Nabi Muhammad. Tradisi yang baik diterima, bahkan diadopsi.
Yang jelek dan bertentangan dengan aqidah Rasul tolak. Misalnya, praktik mengubur anak perempuan hidup-hidup. Namun dalam hal kewarisan, konsep ashabah yang berasal dari tradisi lokal saat itu diadopsi oleh Rasul ke dalam hukum Islam.
Jadi Nabi Muhammad hadir itu tidak anti terhadap lokalitas. Karenanya Islam menghargai budaya, dan tidak menolak lokalitas.
Di masa Nabi Muhammad lokalitas dimaknai salah satunya dengan melestarikan tradisi kaum Muhajirin dan Anshar, mengambil tradisi Arab jahiliyah yang baik.
Masalah ini pun sudah dibahas oleh para ulama terdahulu, bahwa sebab perbedaan lokasi dan tempat tinggal turut menentukan perbedaan istinbath hukum. Maka di masa para imam mazhab ada istilah ahlul hijaz dan ahlul kufah.
Imam Syafi’i pun menggunakan budaya atau urf untuk menentukan hukum dari suatu permasalahan yang ada. “Al-adah muhakkamah.” Yang berarti semua adat istiadat bukan hanya diterima, tapi juga bisa menjadi sumber hukum selama tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
Sumber: Halaman Gus Nadirsyah Hosen