Nikah secara bahasa bermakna ‘berkumpul’ atau ‘bersetubuh’, dan secara syara’ bermakna akad yang menyimpan makna diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan lafadz nikah atau sejenisnya,” (Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahab).
Sedangkan menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hukum nikah adalah sunah karena nikah sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Hukum asal nikah adalah sunah bagi seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana hadits Nabi riwayat Al-Bukhari nomor 4779 berikut ini:
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ
Artinya, “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”
Terdapat pula rukun dari sebuah pernikahan yang harus dipenuhi diantaranya:
- Mempelai pria, adalah calon suami yang memenuhi persyaratan. Seorang laki-laki dilarang memperistri perempuan yang masuk kategori haram dinikahi. Keharaman itu bisa jadi karena pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.
- Mempelai Wanita, ialah calon istri yang halal dinikahi oleh mempelai pria. Dan bukan termasuk mahram, hubungan persusuan maupun masih memiliki hubungan kemertuaan dengan mempelai pria.
- Wali Nikah, ialah ayah kandung dari mempelai wanita. Namun apabila si ayah dari mempelai wanita telah tiada dapat digantikan dengan orang lain, Dengan urutan, ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara lelaki kandung (kakak ataupun adik), saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), anak lelaki paman dari jalur ayah.
- Saksi-saksi (minimal dua saksi), terdapat enam syarat yaitu, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam, sudah akil baligh, berakal, adil dan merdeka.
- Shighat, atau yang popular disebut Ijab Qabul. Yakni Wali Nikah menyampaikan penyerahan mempelai wanita kepada mempelai pria dengan baiat. “Saya nikahkan engkau dengan ….. dengan emas kawin …… dibayar tunai”, oleh Wali Nikah. Dan dijawab oleh mempelai pria, “Saya terima nikah dan kawin nya …… binti …… dengan emas kawin …… dibayar tunai.” Yang kemudian disahkan oleh para saksi.
Sedangkan syarat dari sebuah pernikahan ialah:
- Mempelai pria dan wanita harus beragama Islam. Maka tidaklah sah seorang muslim menikahi seseorang non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul Islam.
- Bukan Laki-laki Mahrom bagi Calon Istri, mahram bagi seorang pria juga termasuk mertua, ibu tiri, anak tiri, menantu, cucu, saudara ipar, dan saudara sepersusuan.
- Mengetahui dengan jelas Wali Nikah dari mempelai perempuan. Karena banyak sekali kasus yang ditemukan seperti wali nikah secara syariat justru ibu dari mempelai wanita, ayah kandung yang terpisah karena perceraian dan. lain – lain.
- Tidak Sedang melaksanakan haji. “Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim no. 3432).
- Bukan Paksaan. Pernikahan ialah ibadah seumur hidup. Jadi kebahagiaan, kenyamanan dan ketenangan atas sebuah pernikahan adalah mutlak.
Penulis: Agus Surya
Sumber: nu.or.id