Ziarah Ke Maqbaroh Sayyid Idris Bin Idris Al-Hasani (Idris Tsani) Pendiri Dinasti Idrisiyah di Maroko

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Menyampaikan salam keluarga besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.

Beliau salah satu sosok yang disebutkan dalam tartibul fawatih (khususan) pondok kita tercinta, terutama ketika baca wiridan Syawariqul Anwar

Semoga mendapatkan keberkahan beliau.

Sekilas tentang biografi beliau bertabarruk dengan sirah beliau;

عند ذكر الأولياء تنزل الرحمة

Sayyid Idris bin Idris atau yang dikenal dengan sebutan Idris II. Beliau anak Idris I pendiri Dinasti Idrisiyah yang memulai penyebaran Islam di Maghribi.

Saat Idris I wafat, Idris II l masih dalam kandungan.

Kehilangan ayah saat masih di dalam kandungan menjadikan Idris II sebagai simbol harapan baru bagi para pengikut ayahnya, yang setia berjuang demi menegakkan Islam di Maghribi.

Penjelasan di atas sebagaimana dikemukakan oleh sejarawan terkemuka abad ketujuh Hijriah, Syekh Syihabuddin Ahmad bin Yahya al-Ummari (wafat 749 H), dalam kitabnya, Masalikul Abshar fi Mamalikil Amshar Jilid I

إِدْرِيْسُ الثَّانِي، أَي ثَانِي مُلُوْكِ الْادَارِسَةِ، مَاتَ أَبُوْهُ وَهُوَ جَنِيْنٌ

Artinya, “Idris II, yaitu raja kedua Dinasti al-Idrisiyah, ayahnya wafat ketika ia sedang dalam kandungan.

Pada tahun 186 H, Idris II dinobatkan sebagai pemimpin Dinasti Idrisiah di usia yang sangat muda, yaitu 9 tahun dengan didampingi para penasihat dan keluarga dari suku Berber di sekitarnya berperan sebagai penuntun, menjaga, dan melindunginya hingga dewasa.

Namun, Idris II adalah sosok yang cepat belajar.(qila belaiu mendapatkan ilmu ladunni). Dalam usia yang begitu muda, ia berhasil menguasai ilmu agama dan keterampilan kepemimpinan yang luar biasa. Bimbingan para ulama dan dukungan dari suku Berber menjadi fondasi penting dalam membentuk kepribadian dan kepemimpinannya.

Pada tahun 192 H, saat berusia 15 tahun, ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya sebagai pemimpin yang tegas dan bijaksana. Dengan kecerdasan dan keberaniannya, ia berhasil merangkul berbagai suku Berber untuk bersatu di bawah Dinasti Idrisiyah.

Setelah semua itu berhasil ia kuasai dengan sempurna, Idris II memiliki target lain yang tidak hanya tentang kekuasaan politik, namun tentang membangun membangun pusat peradaban Islam yang kuat di Maghribi. Pada tahun 192 H, ia memutuskan untuk mendirikan kota Fez yang berada di tepi sungai. Kota ini yang kelak akan menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan di Maroko.

Ia menyadari pentingnya pendidikan dan keilmuan dalam membangun masyarakat Islam yang kukuh. Maka, ia mengundang para ulama dan cendekiawan dari berbagai penjuru untuk datang ke Fez dan menjadikan kota tersebut sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Penjelasan di atas sebagaimana dicatat oleh Khairuddin az-Zirikli dalam al-A’lam Jilid I seorang sejarawan terkemuka kontemporer berkebangsaan Lebanon. Dalam kitabnya ia mengatakan:

إِدْرِيْسُ بْنُ إِدْرِيْس: ثَانِي مُلُوْكِ الْادَارِسَةِ فِي الْمَغْرِب، وَبَاني مَدِيْنَةَ فَاس

Artinya, “Idris bin Idris, penguasa kedua Dinasti al-Idrisiyah di Maroko, dan pendiri kota Fes.”

Dalam beberapa tahun saja, Fez tumbuh menjadi kota yang ramai dan banyak dikunjungi. Idris II kemudian membangun masjid-masjid, madrasah, dan berbagai fasilitas publik yang menunjang kehidupan masyarakat.

Ia juga mendirikan pasar-pasar yang menarik pedagang dari berbagai wilayah. Fez menjadi kota yang tidak hanya dikenal di Afrika Utara, tetapi juga di seluruh dunia Islam sebagai pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan yang makmur.

Seiring berjalannya waktu, Fez menjadi titik temu para ilmuan, ulama, pedagang dan pengrajin dari berbagai penjuru dunia, hingga pada akhirnya, Fez tidak hanya sekadar sebuah kota, namun ia menjelma menjadi pusat peradaban Islam yang menarik minat para cendekiawan dan pedagang dari jauh dan dekat. Di sinilah mereka bisa belajar, berbicara, menulis, dan mengembangkan ide-ide tanpa takut diskriminasi, serta mencari nafkah dengan mudah.

Kota Fez yang ia dirikan menjadi simbol dari kebangkitan Islam di Maghribi, tempat di mana ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan berkembang pesat. Di sini pula, ilmu dan iman bersatu dalam mencari kebenaran dan keadilan, tempat mewariskan sebuah turats yang masih relevan hingga saat ini

Di kota ini, cahaya pengetahuan berpadu dengan gemilangnya dakwah Islam, Pasar-pasar berfungsi lebih dari sekadar tempat transaksi, ia juga menjadi ruang pertemuan budaya, tempat di mana pedagang-pedagang Arab, Berber, Andalusia, dan Afrika bertukar gagasan, memperkaya peradaban Islam dengan ragam kebudayaan dan kearifan.

Warisan Sayyid Idris II melampaui zamannya. Fez terus tumbuh menjadi simbol kebangkitan Islam di Maghribi, sebuah kota yang menyatukan iman dan ilmu, menciptakan masyarakat yang harmonis dalam persatuan dan keberagaman.

Hingga kini, Fez tetap menjadi inspirasi bagi dunia Islam, menjadi bukti bahwa peradaban yang dibangun dengan hikmah dan keilmuan akan mampu bertahan melampaui masa, terus relevan sebagai teladan bagi generasi yang mencari pencerahan dan kebenaran.

Idris II meninggal di Fez pada tahun 828. Pada usia hanya 35 tahun. Usia yang sangat singkat tapi penuh dengan keberkahan. Seperti guru kita, KHR. Fawaid As’ad yang berusia relatif singkat, namun nama beliau abadi dalam kenangan umat.

Makamnya di Zawiyya Moulay Idris menjadi tujuan ziarah dari berbagai penjuru dunia dan dianggap sebagai tempat paling sakral dari Kota Fez.

Wallahu a’lam.

Penulis: Ustadz Khoiruddin Habziz

(Katib Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo)

diunggah oleh:

Picture of Muhammad Ihyaul Fikro

Muhammad Ihyaul Fikro

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »