Wednesday 24th April 2024,

Empat Sikap Menjadi Muslim Aswaja

Empat Sikap Menjadi Muslim Aswaja
Share it

ASWAJADEWATA.COM |

Ada empat sikap (prinsip) yang menjadi ajaran Ahlu Sunnah Waljamaah yang harus melekat pada tingkah dan laku seorang muslim. Dan ini menjadi ciri utama ajaran Aswaja, yang diajarkan Rasulullah SAW dan para sahabat.

Pertama, at-tawassuth. Yaitu bersikap tengah-tengah alias moderat; tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Tidak selalu membenarkan alias fanatik atau melulu menyalahkan.

Al-Qur’an surah al-Baqarah (143) memberi panduan untuk bersikap tengah-tengah ini:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً

“Dan demikianlah Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat pertengahan (yang adil dan pilihan), agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.”

Kedua, tawazun alias berimbang, yakni tidak asal menilai sehingga memberi rasa adil dalam penilaian. Tidak menuruti rasa suka, atau rasa benci semata.

Untuk bersikap berimbang ini, Allah menjelaskan dalam al-Qur’an:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al-Hadid:25)

Ketiga, tasamuh. Yakni sikap yang mengedepankan toleransi dengan perbedaan. Perbedaan tidak harus dimusuhi. Toleransi pun tidak berarti membenarkan. Namun harus menghormati mereka yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama.

Ini seperti bagaimana Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun, agar bersikap baik dan lembut terhadap Fir’aun, yang jelas-jelas ingkar Tuhan.

فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Berbicaralah kamu berdua (Musa dan Nabi Harun) kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut.” (QS. Thaha: 44)

Dan yang trakhir adalah i’tidal. Yaitu bersikap tegak lurus dalam prinsip. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah:

Empat prinsip dalam sikap dalam ajaran Aswaja ini harus menjadi satu kesatuan yang utuh dalam perilaku, sehingga memberi rasa damai dan adil bagi orang lain yang berbeda, baik perbedaan agama, budaya maupun politik. Dengan demikian, kita bisa berdampingan dengan siapapun, tanpa kehilangan jati diri dan keyakinan.

Oleh: Nadirsyah Hosen

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »