ASWAJADEWATA.COM – “Kedudukan jodoh murni kehendak Allah yang tidak bisa di intervensi oleh siapapun,” kata Kiai Abdullah Syamsul Arifin Ketua PCNU Jember saat mengisi acara pernikahan di Badung, Bali, (28/8).
Kiyai Syamsul yang akrab dipanggil Gus Aab ini mencontohkan, dengan berkisah pengalaman temannya, yang putra kiyai, mimiliki santri, menjadi dosen, ganteng. Ketika Kiyai Syamsul hendak menjodohkan dengan wanita yang cantik, berpendidikan, lulusan Al-azhar, tapi ketika dipertemukan, temannya merasa tidak cocok karena soal kurang tinggi.
“Orangnya enak diajak ngobrol, pintar juga, tapi kurang tinggi,” kisahnya saat bertanya pada temannya waktu itu.
Ada saja yang membuatnya tidak cocok, sampai pada akhirnya, Kiai Syamsul dikabarkan bahwa temannya akan menikah, lalu Kiai Syamsul mendatanginya untuk melihat calon istri temannya.
“Ketika saya bertanya dan ditunjukkan calon istrinya, ternyata tidak cantik, aku pikir mungkin ilmunya, tapi ternyata lulusan aliyah, aku pikir keturunannya kiyai, ternyata orang biasa yang kebetulan tetangganya sendiri. Ketika saya tanya kenapa bisa dengan wanita ini, dia menjawab ketika saudaranya menawarkan padanya, bibirnya seperti otomatis mengiyakan,” lanjut kisahnya.
Begitupun seperti kenyataan yang telah banyak terjadi, umur dan wajah tidak menjadi ukuran. Anak muda menikah dengan nenek-nenek, anak gadis dengan laki-laki tua.
“Laki-laki ganteng mendapat istri jelek dan pemuda berusia 20 tahun menikah dengan wanita umur 50 tahun. Ketika urusan jodoh, akal dan pikiran ditundukkan oleh kehendak Allah,” jelasnya.
Berbeda dengan soal kerukunan, yang mesti berhubungan atau saling terkait dengan pasangan yang menjalani. Harus ada upaya untuk mewujudkan kerukuan dalam rumah tangga itu sendiri.
Bagaiaman cara mewujudkannya?
Kiai Syamsul menjelaskan bahwa, setiap pasangan mensyukuri apa yang dimiliki pasangannya, yakni memaklumi kekuarangannya, menghargai kelebihannya, dan memaafkan kesalahannya.
“ini yang disebut Mawaddah yang artinya kekosongan hati dan kebersihan jiwa untuk tidak berbuat jelek terhadap pasangannya,” katanya.
Karena dalam rumah tangga, suami dan istri saling melengkapi dan menutupi kekurangan masing-masing. Kekurangan suami, ditutupi oleh kelebihan istri, begitupun sebaliknya.
“Sehingga yang nampak kepermukaan adalah keindahan dan kebaikan rumah tangganya,” ujarnya.
Semua ini bergantung pada cara pandang setiap pasangan. Jika selalu berfikir positif, kebaikan pasangan yang nampak, namun jika negatif, kekurangan dan kejelekannya yang nampak. “Ada wanita hitam manis, bagi suami yang positif, akan melihat manisnya, tapi yang berfikir negatif, yang dilihat hitamnya,” jelasnya.
Selanjutnya, tingkatan yang lebih tinggi yakni Rahmah, yang artinya ingin memberdayakan atau memperbaiki pasangan. Atau kata lain, tidak hanya menikmati kelebihan dan sifat-sifat baiknya pasangan, namun juga menerima bahkan siap memperbaiki kekurangan yang ada.
“Ketika punya istri kurus disyukuri, ketika punya istri cerewet disyukuri, ketika punya istri gemuk disyukuri, karena tidak menjadi masalah walau tanpa kasur,” candanya yang disambut tawa para hadirin.
Kiai Syamsul berpesan, bahwa menikahlah karena Ibadah, karena sunnatullah agar senantia mendapat pertolangan dari Allah.
“Barang siapa menikah karena Allah, akan mendapat pertolongan Allah,” pesannya.
(Wandi)