ASWAJADEWATA.COM | PONTIANAK
Penulisan buku Fikih Muslim Bali berangkat dari sejarah hubungan antara umat Islam Bali dan Hindu yang terjaga dan terawat hingga saat ini Bali dikenal sebagai daerah dengan tingkat Kerukunan tertinggi di Indonesia.
Ini diungkapkan Muhammad Taufik Maulana dalam sesi Seminar Islam Kultural dengan tema ” Fikih Muslim Bali: Geliat Umat Mayoritas Sebagai Komunitas Minoritas.”
Acara yang digelar oleh Prodi Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Pontianak, Selasa, 8/10 ini bertempat di ruang sidang FUAD IAIN Pontianak.
Pada kesempatan itu dia juga mengatakan bahwa dipilihnya terma ‘Fikih” dalam buku “Fikih Muslim Bali” adalah salah satu upaya solutif dalam memotret relasi hubungan harmonis antar agama yakni Islam dan Hindu di Bali.
“Kalau kembali kepada Akidah dalam menyikapi interaksi hubungan antar Muslim dan Non Muslim tidak bisa. Oleh karena itulah kemudian Fikih dipandang sebagai pedoman solutif dalam menyelesaikan masalah interaksi antar umat beragama. ” ujar M. Taufiq yang juga Dosen STAI Denpasar ini.
Lalu dia menekankan pentingnya semua elemen untuk menghayati nilai-nilai toleransi yang merupakan bagian dari fikih.
“Toleransi bagi saya memiliki makna sederhana yakni mencintai tanpa memiliki. Maksudnya toleransi dimaksudkan sebagai upaya saling menghargai tanpa bisa mengimani. Contohnya adalah seorang Muslim tidak lantas berubah imannya ketika memasuki tempat ibadah agama lain. Dasar toleransi inilah yang kemudian menjadikan hubungan antara Muslim dan Hindu di Bali sangat romantis. ” ujarnya.
Menurut Ketua LTN NU Bali yang kerap juga dipanggil Gus Tama ini, “Perbedaan itu bukanlah musuh, melainkan Sunatullah yang harus diterima dan tidak bisa ditolak.”
“Karena perbedaanlah kita semua menjadi ada,” tambah alumi Ma’had Aly Sukorejo ini lagi.
Selanjutnya Dr. Patmawati selaku narasumber pembanding menyampaikan bahwa buku “Fikih Muslim Bali” menggambarkan kondisi sosial yang mirip dengan apa yang ada disini.
“Buku ini membantu kita untuk membuka wawasan tentang situasi Kalbar yang tidak jauh berbeda dengan Bali,” katanya.
“Islam yang masuk di wilayah Nusantara pertama kali adalah Islam yang Tasamuh, walau tidak menutup kemungkinan juga bersamaan dengan politik” tuturnya,
Maka dari itu, menurutnya kita harus terus menjaga toleransi tersebut. sebagaimana dikemukakan dalam Fikih Muslim Bali.
“Jangan terlalu kaku dalam menghadapi hidup karena Tuhan saja Maha Mudah” pungkasnya. [*]
Sumber: fuad.iainptk.ac.id