ASWAJADEWATA.COM | Banjar
Wakil Presiden RI Muhammad Jusuf Kalla resmi menutup perhelatan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat dengan menabuh bedug.
Dalam sambutannya, pria yang kerap disapa Pak JK ini mengatakan bahwa Munas dan Konbes NU ini telah membahwas berbagai macam persoalan strategis yang mencakup masalah-masalah keagamaan, kebangsaan, energi terbarukan, dan lain-lain, juga masalah perdamaian dunia yang menjadi masalah kita bersama.
JK menyoroti perdamaian, baik di tingkat nasional maupun global sangat terkait dengan pemenuhan keadilan dan kedaulatan
“Banyak hal yang menjadi peperhatian kita bersama, terutama keadilan dan kedaulatan,” ujar Jusuf Kalla, Jumat (1/3/2019) di Pesantren Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat.
JK menjelaskan, kalau melihat dunia Islam saat ini, tidak lepas dari masalah keadulatan dan keadilan yang menyebabkan mereka perang. Hal ini berbeda dengan masa di mana orang-orang terdahulu, khususnya orang Islam melakukan perlawanan terhadap penjajah.
“Namun, pada hari ini, kita prihatin bahwa negara-negara Islam di dunia berperang satu sama alain, baik berperang dengan rakyatnya, atau berperang dengan negara Islam lainnya,” ucap pria asal Makassar ini.
Ia menerangkan, negara-negara tersebut tidak mengutamakan kedaulatan dan keadilan rakyatnya. JK memahami bahwa yang berperang tersebut adalah negara-negara yang sebagian besar berbentuk repblik, tetapi mereka seolah berbentuk kerajaan sehingga mengabaikan atau tidak mempedulikan rakyatnya.
Di akhir sambutannya, JK memandang bahwa keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam Munas dan Konbes NU ini penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
JK juga mengapresiasi lembaga pendidikan pesantren yang selama ini telah mengisi kehidupan keberagamaan yang baik di Indonesia. Pesantren telah menjadi benteng akhlak dan akidah sehingga masyarakat Indonesia saat ini relatif telah memiliki akidah dan akhlak yang baik meskipun harus terus diperkuat.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan sejumlah keputusan dan rekomendasi hasil Munas dan Konbes NU dalam sambutannya.
Pertama, dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa (muwathonah, citizenship) tidak dikenal istilah kafir. Setiap warga negara memiliki kedudukan dan hak yang sama di mata konstitusi.
Kedua, berdasarkan konstitusi, Indonesia bukan darul ifta. Bukan negara agama. Namun sejurus dengan itu, tidak boleh ada warga negara Indonesia yang tidak beragama.
“Oleh karena hanya institusi yang diberi mandat oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang sah yang boleh mengeluarkan fatwa,” kata Kiai Said Aqil.
Ketiga, money game dengan sistem MLM (Multi Level Marketing) yang mengandung unsur tipu muslihat (ghoror) dan syarat yang menyalahi prinsip akad sekaligus dari transaksi yang berupa bonus, bukan barang hukumnya haram.
Keempat, sampah plastik yang sudah menjadi persoalan dunia disebabkan oleh faktor industri dan rendahnya budaya masyarakat menyadari resiko bahaya sampah plastik. Oleh karena itu, penanganan sampah plastik harus memasukkan elemen budaya.
“Sehingga terbangun cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap pentingnya menghindarkan diri dari bahaya sampah plastik,” ujar Kiai Said Aqil.
Kelima, tandasnya, optimalisasi peran NU turut serta menyelesaikan konflik internasional dan mewujudkan perdamaian dunia dengan konsep Islam Nusantara.
“NU memiliki modal sosial dan insfrastruktur organisasi yang cukup untuk melakukan peran itu. Antara lain dengan mengoptimalkan peran 36 PCINU di seluruh penjuru dunia sebagai International office,” pungkasnya.
Hadir dalam acara penutupan ini di antaranya, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Wakil wali Kota Banjar, Rais ‘Aam PBNU Kh Miftachul Akhyar, dan tokoh-tokoh nasional lainnya.
(Fathoni) NUOnline