ASWAJADEWATA.COM |
Penulis pernah menerima pertanyaan dari kawan-kawan mengenai bagaimana cara agar dapat menyandang identitas santri. Apa harus paham agama terlebih dahulu untuk menyandang identitas santri ?. atau harus pernah mengenyam Pendidikan pesantren terlebih dahulu baru dapat dikatakan sebagai seorang santri ?
Jika kita berbicara mengenai suatu identitas kita perlu memahami dari sejarah nya, Melihat dari Sejarah santri yang dikatakan oleh KH. Aqil Siradj “Santri menjadi atribut umat islam yang taat beribadah dan berakhlak mulia artinya tidak sebatas keluaran pesantren akan tetapi mereka yang taat beribadah dan berakhlak mulia adalah seorang santri”.
Ringkas cerita ketika zaman kerajaan kala itu kolonial Belanda menguasai seluruh kerajaan islam di Indonesia beberapa pangeran yang memiliki prinsip non cooperation atau menolak penjajah pergi dari kerajaannya untuk mendirikan Lembaga Pendidikan sebagai titik pusat pertahanan nilai-nilai agama islam baik itu Teologi maupun Akhlakul Karimah dan Muamalah, Muasyarah dengan membangun pergaulan dan pertemanan berlandaskan nilai Akhlakul Karimah, yang kemudian dinamakan dengan Pesantren maka rata-rata pesan-pesan tersebut dibangun oleh keturunan kerajaan.
Sedangkan menurut Gus Sabrang MDP Wakil Ketua LESBUMI PBNU yang kala itu beliau menjelaskan dari pendapat pakar budaya di Universitas Gajah Mada (UGM) tentang bagaimana mengingat Sejarah dari santri, Santri yang beliau pahami berasal dari kata Sastri yang berasal dari Bahasa Sanskerta, dan Pesantren sebelum menjadi Pesantren Bernama Ashram yang artinya tempat untuk melelahkan diri yang kemudian bertransformasi menjadi Pesantren sebagai pusat peradaban dimana sumber pengetahuan budaya, ilmu, teknologi berada di pesantren. Sastri sendiri artinya orang yang berilmu dan indah yang kemudian saat ini kita kenal menjadi sastra. Jadi kata santri yang berasal dari sastri memiliki arti indah, berpengetahuan dan baik.
Banyak perdebatan dalam asal kata santri yang menurut Nurcholis Madjid lewat buku Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999) menautkan pendapat tersebut dengan menuliskan bahwa kata “santri” bisa pula berasal dari bahasa Jawa, yakni cantrik yang bermakna “orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya”.
Terlepas dari perdebatan asal kata Santri dari Sastri atau Cantrik. Yang perlu kita pahami adalah mengenai prinsip dan tugas dari santri itu sendiri.
KH Abdurrahman Al-Kautsar atau kita kenal dengan sapaan Gus Kautsar pernah menjelaskan bagaimana peran dari seorang santri adalah menjaga sanad yang terus tersambung dari Baginda Nabi Muhammad SAW hingga para ulama sehingga tidak terputus sampai anak cucu kita kelak. Hal tersebut selaras dengan yang disampaikan Wakil Presiden Republik Indonesia yang kala itu sebagai Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin beliau menjelaskan, santri tidak hanya orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab atau ahli agama. Namun, santri adalah orang-orang yang ikut kiai dan setuju dengan pemikiran serta turut dalam perjuangan kaum santri.
Dalam terapannya santri menjadi penyambung sanad dengan cara menerima dan mengamalkan ajaran dari para Kiai yang nantinya akan di getok tularkan kepada adik-adik atau generasi selanjutnya, namun perlu digaris bawahi pada kata menerima dan mengamalkan ajaran yang tentu saja ajaran dari para Kiai tidak akan kita dapatkan tanpa melalui ngaji kepada Kiai yang ada. Gus Kausar menjelaskan tentang bagaimana seorang santri menyampaikan ilmunya yang harus dengan menggunakan kata “Menurut guru saya” atau “Berdasarkan apa yang saya pelajari dari guru saya” sehingga membuat tidak terputusnya sanad dari para Kiai hingga ke Rasulullah SAW. Jadi, identitas seorang santri hanya akan didapatkan ketika seseorang sudah mengaji dan mengamalkan ilmu yang ia dapat dari Kiai nya terlepas itu di dalam ataupun di luar pesantren dan mungkin sekurang perlu ditambahkan baik secara offline maupun online.
Di sisi perjuangan berdasarkan dari Sejarah santri yang dijelaskan diatas. Seorang yang memiliki prinsip perjuangan mempertahankan nilai-nilai agama islam dari ulama terdahulu serta memiliki prinsip dalam membangun peradaban berdasarkan kebudayaan, keilmuan dan teknologi yang dalam hal ini tetap menjaga nilai-nilai ajaran islam di Indonesia pantas disebut sebagai Santri.
Selama membuat tulisan ini penulis sangat terkesan dengan istilah kata Santri yang berasal dari Sastri yang artinya indah, berpengetahuan dan baik. Arti kata tersebut membuat penulis memahami akan bagaimana santri menjadi seorang primadona dalam masyarakat dengan tanggung jawab menjadi tauladan serta mengajarkan ilmu yang ia peroleh dari guru nya.
Penulis: Moh. Fariz Wahyu Abadi | Editor: Muhammad Ihyaul Fikro