ASWAJADEWATA.COM | DENPASAR
Bhineka Tunggal Ika menjamin tetap berlangsungnya perbedaan di negeri ini. karena dengan menjalani hidup damai dalam perbedaan itulah, maka cita-cita bangsa untuk menuju kemerdekaan yang hakiki, adil, makmur, sejahtera bisa terwujud.
Masih dalam suasana Agungnya bulan Muharam Tahun Baru Hijriyah 1445, bertepatan penanggalan Jawa yaitu bulan Suro yang sakral, Sabtu (29/7/2023) jadi momen bersejarah bagi LSB Muhammadiyah Bali dan Lesbumi NU Bali.
Pasalnya, dua Lembaga Pembinaan Budaya dari dua organisasi Islam di Bali yang juga terbesar di Indonesia ini, melakukan silaturahmi, dialog, ngopi, bersuka cita lewat penampilan musik sufi dengan alunan sitar dari Lesbumi NU serta pembacaan puisi dari LSB Muhammadiyah.
Penampilan Lesbumi NU Bali diwakili oleh Yoyok Haernes yang memang adalah seniman sitar India dan pernah tergabung dalam grup musik religi “Debu”. Sedangkan puisi dari LSB Muhammadiyah dibawakan oleh Nanang Dhuha, Ketua LSB Muhammadiyah Denpasar didamping oleh Yoga Fitra Cahyadi selaku pengurus Pemuda Muhammadiyah bidang Hukum dan Ham.
Kegiatan ini berlangsung di Rumah Dakwah Muhammadiyah, Jln. Pulau Selayar, Denpasar, Bali
Selain itu, dalam kesempatan tersebut dilangsungkan juga Diskusi Budaya bertema “HIJRAH, Sebuah Dialektika Peradaban”.
“Diskusi ini membahas tentang bagaimana memaknai ulang proses Hijrah Kanjeng Nabi Besar Rasulullah Muhammad SAW,” terang Yoyok dalam keterangan persnya.
Kata Yoyok lagi, “Intinya, Hijrah tersebut merupakan Gerakan Perubahan untuk membangun masyarakat yang beradab, toleran, egaliter, dan berkeadilan dan Madani.”
“Dua Ormas besar di Bali njagong bersama. Makanya dinamakan “Magnum”, alias Majelis Guyub NU-Muhammadiyah,” jelas Dhuha Ketua LSB Muhammadiyah.
Dhuha mengatakan pula bahwa “Jagongan” kali ini istimewa, karena dilakukan oleh dua lembaga berbeda yang sama-sama mewadahi seni dan budaya.
Selanjutnya Ustadz Ahmad Bunandik dari Lesbumi NU memaparkan Sejarah Garis Sanad Keilmuan dari Kedua Tokoh Besar KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari pada Satu Sumber Guru. Disertai dengan penjelasan bahwa nasab Kedua Tokoh tersebut bertindak pada dua Tokoh Walisongo yang mempunyai Karakter dakwah masing-masing.
Dirinya mengatakan bahwa perbedaan kultur Praktikal Dakwah antara dua organisasi ini adalah bagian dari Khazanah dunia Islam Indonesia, yang mana ini merupakan aset berharga bangsa Indonesia.
“Kekakuan ini berhasil dilunakkan dengan ruang diskusi dan silaturahmi, tegasnya.
Yoyok Haernes kembali ikut menambakan, bahwa Silaturahmi ini adalah usaha untuk semakin mempererat hubungan persaudaraan dua organiasi, serta memperluas pemahaman tentang berbagai sudut pandang pemikiran.
Diharapkan “Jagongan” ini berkesinambungan dan memberikan dampak Syiar Kemuliaan ke semua Organisasi Masyarakat dan Organisasi Kebudayaan yang lain, untuk bergandengan tangan menjaga NKRI melalui seni dan Budaya. (*)
Editor: Dadie W. Prasetyoadi