ASWAJADEWATA.COM |
Pengurus ISNU Jembrana mengadakan acara Rapat Kerja I di gedung PC NU jembrana (11/04). Dalam raker I ini, selain juga dihadiri oleh semua pengurus teras Pengurus Cabang NU Jembrana dan seluruh Banom NU, diisi dengan penyampaian orasi Ilmiah oleh Dr. KH. Fathurrahim Ahmad, M. P d I.
Acara raker ini tentu sangat penting dilakukan. Karena Kehadiran ISNU di tengah belantika kehidupan masyarakat Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. ISNU telah memberikan ‘warna’ tersendiri di lingkungan NU. Anggotanya terdiri dari para intelektual, cendekiawan, profesional, dan sarjana dari berbagai bidang keilmuan. Dengan komposisi anggota yang memiliki kualitas tinggi (high quality), ISNU diharapkan menjadi motor penggerak kesejahteraan umat.
Dengan berkumpulnya para akademisi, intelektual dan profesional di tubuh ISNU tentu diharapkan bisa memberikan kontribusi yang besar dalam melahirkan ide-ide cemerlang yang berorientasi kepada kemaslahatan rakyat. Namun tentu, pemikiran yang lahir di rahim ISNU tidak boleh muncul dari pemikiran yang tanpa pijakan dan landasan. Akan tetapi, keputusan pemikiran yang dilahirkan oleh ISNU harus didasarkan berdasarkan riset dan setelah mendengan masukan dari para ahli dibidangnya. Berangkat dari sinilah ISNU bisa memperjelas positioningnya di antara badan otonom yang ada di bawah naungan NU. ISNU harus bisa menjadi “bengkel” yang menggerakkan mesin di tubuh NU agar lebih bisa leluasa bergerak di tengah peradaban modern.
Menyama Braya adalah Keniscayaan
Ada Konsep menyama braya yang dikenal dalam masyarakat Bali. Nilai kearifan lokal yaitu Menyama Braya mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan pengakuan sosial bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka. Dalam sambutanya SEKDA III Kabupaten Jembrana yang mewakili Bupati Jembrana yang hadir pada saat acara menyampaikan,
“Dalam membangun masyarakat yang maju, menyame braye harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat”.
Apalagi di tengah masyarakat heterogen, kerjasama antar masyarat sangat dibutuhkan lebih-lebih dalam satu naungan nahdlatul ulama’ . Program-program yang diplaning kan harus dilakukan bersama-sama. Dalam sambutanya ketua ISNU Jembrana KH. Fathul Bari manyampaikan.
“Rencana itu sebagian dari kehidupan. Maka dari itu, rapat kerja ini merupakan satu langkah pertama yang sangat menentukan bagi langkah-langkah selanjutnya. Maka dari itu, kita harus bersama-sama menjalankan program yang dibuat ini dengan sebaik-baiknya”.
Dalam konteks ISNU konsep menyame braye harus dijadikan sebagai sikap dan pandangan hidup. Karena sebagai kaum pemikir, bagi ISNU karakter inklusifitas adalah keniscayaan. Maka dari sini, ISNU harus bekerja sama kepada pihak dalam masyarakat untuk meloloskan program-program yang sudah rencanakan dalam program kerja.
Meneguhkan Sikap Moderat
Islam wasathiyah merupakan nilai yang dibawa NU sepanjang perjalanan usianya. Konsep Islam wasathiyah bersumber dari kalimat ummatan wasathon pada surat Al-Baqarah ayat 143. Posisi pertengahan menjadikan NU tidak memihak ke kiri atau ke kanan. Tidak Konservatif sekaligus juga tidak liberal. Melainkan dapat mengantar manusia menuju keseimbangan dengan berlaku adil. Karena itu, Islam merupakan agama yang seimbang dalam dunia dan akhirat.
Pandangan pertengahan juga untuk melihat kehidupan manusia keseluruhan. Islam wasathiyah tidak menolak dalam mengejar dunia, tetapi tidak juga berpandangan bahwa kehidupan dunia adalah segalanya. Ada juga akhirat yang harus dikejar. Islam wasathiyah mengajarkan umatnya agar meraih materi yang duniawi, tetapi juga berpegang dengan samawi. Karena keberhasilan di akhirat ditentukan oleh amal di dunia. Manusia tidak boleh terhanyut dalam materialisme, tidak juga melayang dalam spiritualisme. Ketika pandangan menuju langit, kaki akan tetap berpijak di bumi untuk menyiapkan bekal.
Lebih lanjut, ummatan wasathan adalah umat yang bersikap tasamuh (toleransi), tawasut (moderat), tawazun (seimbang), dan i’tidal (adil). Keimanan dan keseimbangan harus berjalan selaras. Keimanan tanpa toleransi akan membawa ke arah ekstremisme; juga toleransi tanpa keimanan akan berujung kekacauan.
Terdapat banyak keragaman internal umat Islam, di sisi lain banyak juga keragaman eksternal Islam. Jelas Islam wasathiyah tidak bisa dianggap sudah selesai. Keragaman yang terjadi terkadang menimbulkan perbedaan yang mengakibatkan kekerasan. Apapun alasannya, kekerasan terhadap keragaman tidak bisa dibenarkan. Buah dari kekerasan hanya akan menciptakan kekerasan selanjutnya sehingga bisa menghasilkan lingkaran kekerasan. Maka Islam wasathiyah masih harus dijaga. Diperlukan revitalisasi Islam wasathiyah dari waktu ke waktu.
Upaya internalisasi wasatiyah dalam tubuh Islam akan terus menemukan ujianya. Dalam penyampaian orasi Ilmiah KH. Fathurrahim Ahmad menyampaikan,
“NU itu wadah dari semangat kebersamaan orang-orang yang memiliki pandangan moderat. Oleh karena itu, kita harus bangga dengan ke NU an kita.
Di acara raker ini semua bidang memaparkan program-program yang sudah di rencanakan. Dimulai dari kordinator sosial keagaman, kemudian SDM dan UMKM, dilanjtkan bidang advokasi dan bantuan hukum , dan yang terakhir bidang pemberdayaan perempuan.
“Dengan diprogramkanya kegiatan ISNU ini, semoga semakin memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat NU dan umat seluruhnya . Kata ketua ISNU KH. Fathul Bari.
Oleh: Muhammad Shofy Zihan, M.H (Dosen STIT Jembrana/Pengurus ISNU Jembrana)