ASWAJADEWATA.COM | DENPASAR
Masyarakat Cinta Masjid Indonesia ( MCMI ) Bali gelar seminar kebangsaan dengan tema “Meningkatkan Wawasan Kebangsaan guna menolak Intoleransi,Radikalisme dan Terorisme (8/4).
Seminar yang diadakan dalam rangka untuk tetap memelihara kondusifitas situasi Kamtibmas di wilayah Bali ini dilaksanakan di Aston Hotel Denpasar Convention.

Dalam acara ini dihadirkan beberapa narasumber antara lain; Dir Binmas POLDA Bali Kompol M.Taufiq,SH, Bendesa Agung Majelis Adat provinsi Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, perwakilan MUI provinsi Bali H.Khoeron, dan Kepala Kesbangpol provinsi Bali I Gusti Agung Ngurah Sudarsana ,SH.MH.
Ketua Umum MCMI Bali Gus Ishaq Asy’ary dalam sambutannya menyampaikan bahwa diskusi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang NKRI.
“Diskusi ini untuk menyamakan persepsi pemikiran dan ide bersama, agar negara yang kita cintai menjadi kiblat toleransi dan Kebhinekaan di mata dunia,” terangnya.
Dirinya juga menjelaskan bahwa MCMI lahir sebagai media agar masjid tidak menjadi ajang politik kepentingan.
Menurutnya, beberapa tahun kebelakang masjid kerap dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk kepentingan pribadi dan golongan. Sebagai tempat orasi agar bisa menarik simpati warga.
MCMI dikatakan olehnya berdiri di akhir tahun 2018 dengan ketua umumnya Dr. H. Wisnhu Dewanto, SH.MH dan penasehatnya Ir. H. Budi Karya Sumadi.
Sedangkan Kompol M.Taufiq, SH saat menyampaikan paparannya mengatakan, bahwa Gotong Royong adalah sifat dari masyarakat Indonesia. Di dalamnya berisikan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
“Masjid harus menjadi benteng pencegah radikalisme dan terorisme, jangan malah sampai menjadi klaster radikalisme,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Bandesa Adat Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet mengaku bahwa dirinya senang sekali mendengar lagu yalal wathon dari NU, karena di dalamnya mengandung ajakan agar warga negara mencintai tanah air.
“Isinya juga mengajak semua untuk menjadi umat yang baik dan menjadi warga negara yg baik,” jelasnya.
Lebih lanjut Sukahet mengatakan, “Kalau kita ingin memberantas terorisme, radikalisme, dan intoleransi, maka dasarnya adalah harus memiliki rasa cinta terhadap negara kesatuan Republik Indonesia sebagai tanah air, baik lahir dan batin. Mencintai tanah air harus sepenuhnya dan apa adanya, serta yang ada di dalamnya harus kita cintai semua.”
Berikutnya, H. Khoeron yang mewakili MUI Provinsi Bali menjelaskan tentang konsep berislam dalam kehidupan berbangsa. Yaitu adalah saling mengenal antar sesama anak bangsa. Bukan menjadi masyarakat individual.
“Orang-orang yg memiliki pemikiran radikalisme dan terorisme cirinya “Takfiri”, yaitu orang-orang yang dengan mudahnya mengkafir-kafirkan pihak lain yang tidak se-ideologi atau sepaham dengan golongannya” terangnya.
Biasanya mereka Intoleran terhadap perbedaan, gemar menjustifikasi sesat, ekslusif, anti budaya lokal seperti tradisi yasinan, tahlilan, selametan, maulidan dan lainnya, serta menghalalkan segala cara dengan mengatasnamakan agama.
Acara siang itu dihadiri lebih dari 30 orang, terdiri dari para ketua maupun perwakilan ormas-ormas keagamaan dan sosial se-Bali
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi