ASWAJADEWATA.COM | JAKARTA
Eskalasi kekerasan Israel-Palestina kembali menguat selama beberapa pekan terakhir. Serangan roket oleh Hamas terhadap Israel diklaim sebagai respon atas hambatan peribadatan Ramadan yang terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsha. Pada rentang waktu yang sama, terjadi pengusiran penduduk Palestina oleh kepolisian Israel dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur.
Peristiwa ini memicu eskalasi kekerasan lebih jauh dan disusul aksi Hamas meluncurkan serangan roket ke Israel. Israel mengklaim mendapat justifikasi untuk melakukan aksi militer ke wilayah Palestina. Berdasarkan data Sedikitnya 188 warga Palestina meninggal dalam ratusan serangan udara di Gaza, termasuk 55 anak-anak dan 33 wanita, dengan 1.230 orang terluka. Tidak hanya korban jiwa, aksi militer Israel juga merusak sejumlah fasilitas kesehatan, hunian penduduk, kantor berita, dan sejumlah fasilitas umum di wilayah Gaza.
Walaupun Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres sudah menyerukan diakhirinya segera kekerasan Israel-Palestina, Israel bersikukuh akan terus melakukan agresi militer. Bahkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa aksi militernya akan belanjut dengan “kekuatan penuh”. Di sisi lain, serangan roket Hamas dari Gaza juga terus meluncur ke arah Israel.
Pernyataan Wahid Foundation terhadap Eskalasi Konflik Palestina-Israel
Terkait konflik yang sedang berlangsung itu hingga menyebabkan banyaknya korban berjatuhan, Selasa kemarin (18/5) di Jakarta, Direktur Wahid Foundation Yenny Zannuba Wahid (Yenny Wahid) menegaskan sejumlah pernyataan terhadap eskalasi konflik Israel-Palestina tersebut.
Pertama, Yenny menyampaikan empatinya terhadap korban agresi militer Israel terhadap warga Palestina. “Lingkaran kekerasan Israel-Palestina telah mencerabut hak-hak sipil warga Palestina untuk mendapatkan jaminan hidup yang aman tanpa ancaman. Lebih khusus bagi anak-anak Palestina sehingga kehilangan haknya mendapatkan pendidikan, masa depan dan terbebas dari kekerasan,” ujar Yenny.
Kedua, Yenny menyerukan agar pihak Israel menghentikan aksi militernya terhadap warga Palestina dan agar kelompok militan Hamas mengakhiri serangan roketnya yang memicu kekerasan lebih parah. Ia juga menegaskan agar Israel dan Palestina menghentikan provokasi-provokasi yang memicu kekerasan lebih jauh, terutama provokasi yang berkaitan dengan kesamaan hak beribadah di al-Aqsha. “Agresi militer Israel tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan. Segala bentuk provokasi kekerasan harus diakhiri. Tidak boleh ada diskriminasi hak beribadah di al-Aqsha,” tandas Yenny.
Ketiga, Yenny menyerukan kepada negara-negara di kawasan dan dunia Internasional untuk turut menekan Israel menghentikan agresi militernya, kemudian lebih fokus menemukan jalan terbaik menuju solusi dua negara. “Siklus kekerasan tidak akan melahirkan solusi apa pun, dan hanya membawa kerugian di tingkat regional maupun internasional. Dunia perlu lebih berfokus untuk mewujudkan Palestina sebagai negara berdaulat penuh, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya berdasarkan Perbatasan 1967. Negara-negara di kawasan dan komunitas Internasional harus mengupayakan jalan terbaik menuju solusi dua negara itu,” imbuh Yenny.
Keempat, bagi Yenny, sikap ekstrem yang berbasis ideologi keagamaan hanya akan memperparah eskalasi konflik Palestina dan Israel. Kelompok-kelompok ideologi ekstrem di Palestina maupun di Israel kerap menjadi pemicu dan pengobar aksi-aksi kekerasan. “Karena itu, kami mengajak agar kita masyarakat Indonesia terus mendukung Palestina untuk menjadi negara berdaulat tanpa terjebak pada sentimen keagamaan,” tegas Yenny. (*)