ASWAJADEWATA | BALI
Musibah wabah 2019-nCoV (novel coronavirus) yang melanda negeri Tiongkok mulai dirasakan dampaknya terhadap ekonomi dunia termasuk Indoesia. Banyaknya roda usaha yang dihentikan sementara operasionalnya di negeri berpenduduk 1,3 milyar tersebut otomatis membuat negara-negara lain yang menjadi mitra maupun konsumen produk industri dari sana mulai khawatir.
Pasalnya sebagai negara industri yang produktif, Tiongkok telah berhasil menjalin kerjasama dengan banyak negara dunia, tidak saja di Asia, namun juga Amerika latin dan sebagian Afrika. Belum lagi produk mereka juga menjadi barang yang banyak diminati oleh negara-negara di eropa karena harganya yang berani bersaing dengan produk-produk lokal. Sebut saja produk-produk rumah tangga yang dijual di IKEA yang sangat populer di Eropa, hampir 90% asal China, dan produk fashion yang digandrungi anak muda dari gerai H&M yang tersebar di seluruh dunia. Belum lagi lompatan besar mereka di bidang teknologi.
Tiongkok yang dalam dua dekade fokus membangun kekuatan ekonomi menjadi kekuatan besar di Asia, menggeser Jepang dan Korea Selatan, termasuk dalam bidang militer.
Kemajuan yang berhasil diraih Tiongkok ini serta merta memunculkan persaingan perekonomian dunia antara negara-negara besar yang selama ini memegang kendali. Amerika yang dalam waktu bersamaan mengalami masa penurunan finansial mulai merasa kehilangan kendali dalam percaturan geopolitik dunia. Bahkan secara terbuka mengumumkan perang dagang terhadap China, setelah dipicu oleh kasus Google dan HUAWEI. Persaingan ini semakin memanas dan mengkhawatirkan, menyusul konflik berkepanjangan di negara-negara timur tengah yang belum kunjung usai.
Asia sebagai benua yang relatif stabil dalam hal geopolitik dan ekonomi selama ini, seketika diguncang oleh wabah virus Corona yang diberitakan berasal dari sebuah pasar hewan di provinsi Wuhan. Seluruh akses masuk dan keluar ke negeri panda itu langsung ditutup demi keamanan dan mencegah penyebarannya. Begitu juga akses informasi hanya bisa didapat dari kantor berita resmi dari pemerintah China. Pemerintahan Presiden Xi Jinping tidak terlalu banyak menyiarkan berita dalam negeri terkait virus tersebut, kecuali penyebaran dan perkembangannya. Terlihat mereka benar-benar hanya fokus untuk menanganinya secepat mungkin.
Menurut keterangan yang didapat dari seorang warga Bali yang memiliki kerabat di Tiongkok, aswajadewata.com mendapat info bahwa komunikasi masih dapat dilakukan. Dikatakan bahwa di Tiongkok sendiri banyak usaha yang berhenti beroperasi tanpa batas waktu yang ditentukan, seluruh negeri sedang berjuang melawan serangan wabah yang mematikan itu. Upaya pemerintah China seperti dalam keadaan siaga perang dengan mengerahkan semua potensi sumber daya yang ada.
Dia juga mengatakan bahwa banyak pekerja pariwisata Bali dengan pasar wisatawan China menghentikan kegiatannya, dan khawatir jika ini berjalan panjang akan berdampak buruk bagi perekonomian Bali.
Bagaimana pun juga, fenomena wabah ini memunculkan banyak persepsi dan opini terkait persaingan antar negara adi daya di dunia. Situasi saat ini mengingatkan kita pada film-film konspirasi yang sering kita tonton di bioskop, dimana ada segelintir pihak yang mengambil keuntungan diatas penderitaan yang lain terlepas apapun motifnya.
Dari kejadian ini sudah sepantasnya warga dunia bergandeng tangan, bahu membahu dan bekerja sama dalam menanganinya, karena tidak ada tempat yang benar-benar aman dari penyebaran virus ini. Bukan sebaliknya, saling menyalahkan dan menjadi hakim bagi yang lain atas apa yang sedang terjadi.
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi