Friday 17th May 2024,

Alumni Pesantren Mengajar di Lembaga yang Ideologinya Bertentangan dengan NU, Kok Bisa?

Alumni Pesantren Mengajar di Lembaga yang Ideologinya Bertentangan dengan NU, Kok Bisa?
Share it

ASWAJADEWATA.COM | 

Oleh: Wandi Abdullah

Kok bisa? Begitulah kira-kira kalimat yang muncul ketika melihat fakta tersebut.

Padahal semestinya, para alumni tersebut memperkuat atau menyebarluaskan dakwah NU, bukan malah masuk dalam sistem yang dimiliki oleh mereka (non NU).

Namun, orang yang bijak harus melihat lebih dalam apa yang menjadi alasan para alumni pesantren justru bergabung di dalamnya. Berawal dari diskusi ringan penulis bersama salah satu alumni pesantren yang berkesempatan pernah mengajar beberapa bulan di lembaga tersebut. Sebut saja nama inisialnya AH.

Ceritanya, dirinya mulai gelisah sejak melihat dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang baginya, tidak ala NU. Misal kegiatan Rutin Ngaji Tafsir Qur’an yang dibawakan oleh orang yang tidak berkompeten dibidangnya, sebab yang diajarkan justru terjemahan Indonesia. Padahal di Pesantren, pengajar Tafsir paling tidak menguasai Kitab Kuning. Sedangkan untuk menguasai Kitab Kuning, banyak Ilmu yang mesti dikuasai seseorang, diantaranya; Nahwu, Shorof, dll.

Kalau hanya terjemahan Qur’an Indonesia, bisa baca Indonesia saja sudah cukup, namun yang menjadi pertanyaan, apakah se_simple atau semudah itu mengaji tafsir Al-Qur’an? Tentu saja jawabannya tidak!

Sesuatu yang mengagetkan pula, guru atau sosok yang dijadikan rujukan oleh orang-orang di lembaga itu kebanyakan adalah orang yang justru fahamnya bertentangan dengan amaliyah-amaliyah NU.

Atas sekian kejadian itu, AH mulai penasaran kepada para Alumni Pesantren yang mengajar di lembaga tersebut, mengapa masih bertahan disana hingga bertahun-tahun?

Penasaran, dirinya bertanya ke teman-temannya itu.

“Alasannya satu, finansial/materi, jawab mereka.”

Karena secara nominal gaji, lembaga tersebut dikatakan memberi lebih tinggi dibanding lembaga-lembaga NU di wilayah tersebut.

“Saya tau ini lembaga hakikatnya bertentangan dengan NU, namun apa yang bisa kita lakukan, kita butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terutama keluarga,” kata AH menirukan jawaban temannya yang sudah bertahun-tahun mengajar.

Bicara gaji, di lembaga itu memang cukup besar jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga NU di daerah tersebut. Mulai angka 2-3 jt sesuai titel akademiknya.

Lalu, apakah mereka (Para Alumni Pesantren) salah bergabung di lembaga tersebut? Hemat penulis, tergantung kondisinya. Artinya, jika tidak terpengaruh bahkan bisa mewarnai, bukan jadi suatu masalah. Yang salah adalah ketika justru terpengaruh pada ajaran-ajaran di lembaga tersebut.

Namun, kondisi yang ada, para Alumni bukan malah mewarnai, namun turut serta terperangkap pada sistem di lembaga itu. Salah satunya ikut kegiatan ngaji tafsir dari rujukan terjemah oleh orang yang justru bertentangan dengan NU.

Sejatinya, jika opsinya harus keluar dari lembaga itu, kekhawatiran para Alumni tidak akan mendapat pekerjaan lain mungkin sesuatu kekhawatiran yang berlebih. Dalam artian, bisa saja tetap mendapat pekerjaan lainnya yang lebih baik. Seperti yang terjadi pada AH. Setelah memutuskan keluar dari lembaga itu, justru menerima pendapatan yang lebih dari yang didapatkan sebelumnya. Namun hal ini kembali ke masing-masing individu.

Justru penulis berpikir, mengapa NU sebagai organisasi terbesar di negara ini kalah bersaing dalam hal mensejahterakan tenaga pendidik?

Mungkin hal ini karena NU masih mendahulukan nilai pengabdian dalam konteks belajar. Seperti dauh Kiai-Kiai NU yan sering kita dengar, “Jadikan mengajar itu sebagai pengabdian, bukan pekerjaan. Pekerjaan bisa mencari di tempat lain“.

Melihat fenomena semacam ini, apakah tidak perlu meningkatkan kualitas dan keuangan lembaga pendidikan NU agar para Alumni Pesantren yang berkompeten tidak beralih ke pihak lain? Sepertinya sudah saatnya kita menyiapkan tempat mengabdi yang layak bagi mereka.

Lembaga yang dimaksud berada di wilayah Kabupaten Badung-Bali. Sengaja penulis tidak tuliskan terang nama lembaga, sumber yang bercerita, Alumni Pesantren, mengingat tulisan ini bersifat ringan dan belum dilakukan investigasi secara mendalam. Yang jelas, para Alumni ini berasal dari sebuah Pesantren yang  terletak di Kabupaten Situbondo.

(Penulis adalah Ketua LTN PCNU Badung)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »