Thursday 10th October 2024,

Benarkah Nama Bulan Muharram Artinya Yang Dilarang?

Benarkah Nama Bulan Muharram Artinya Yang Dilarang?
Share it

ASWAJADEWATA.COM

Begitu mulianya bulan muharram sampai Nabi menyebutnya sebagai Syahrullah (bulan Allah), lafadz Muharram bukan bermakana yang dilarang atau yang diharamkan namun bermakna yang di muliakan.

فْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Seutama-utama  puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Allah yakni bulan Muharram,  dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardlu, ialah shalat malam”  (HR. Muslim).

Mengapa bulan suci ini dinamai Muharram? Ada dua pendapat yang menjelaskan alasan penamaan bulan ini :

Pertama,  dinamakan Muharram dari kata haram yang maknanya adalah larangan,  sebagai penegasan terhadap keharaman berperang di bulan ini. Karena  dahulu orang-orang Arab mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka  menghalalkan perang pada suatu tahun kemudian mengharamkan pada tahun  berikutnya.

Kedua, dinamakan Muharram karena bulan  ini termasuk salah satu dari empat asyhur al hurum (Bulan-bulan haram)  yang disinggung dalam surat At Taubah ayat 36 di atas.  Imam Ibnu Katsir  –rahimahullah– menyatakan,

ذَكَرَ الشَّيْخُ عَلَمُ  الدِّينِ السَّخَاوِيُّ فِي جُزْءٍ جَمَعَهُ سَمَّاهُ «الْمَشْهُورُ فِي  أَسْمَاءِ الْأَيَّامِ وَالشُّهُورِ » أَنَّ الْمُحَرَّمَ سُمِّيَ بِذَلِكَ  لِكَوْنِهِ شَهْرًا مُحَرَّمًا، وَعِنْدِي أَنَّهُ سُمِّيَ بِذَلِكَ  تَأْكِيدًا لِتَحْرِيمِهِ ؛ لِأَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ تَتَقَلَّبُ بِهِ  فَتُحِلُّهُ عَامًا وَتُحَرِّمُهُ عَامًا .

“Syaikh  Alamuddin As Sakhowi menyebutkan dalam salah satu jilid karya yang  beliau kumpulkan, yang beliau beri judul al masyhur fi asma-i al ayyam  wa asy-syuhur, bahwa dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk bulan  haram. Adapun menurutku, dinamai Muharom sebagai penekanan terhadap  keharaman berperang di bulan tersebut. Karena kaum Arab dahulu  mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang di suatu  tahun lalu mengharamkan di tahun berikutnya” (Tafsir Ibnu Katsir 4/146).

قال السيوطي في ” شرح سنن النسائي ”  1613

قَالَ  الْحَافِظ أَبُو الْفَضْل الْعِرَاقِيّ فِي شَرْح التِّرْمِذِيّ : مَا  الْحِكْمَة فِي تَسْمِيَة الْمُحَرَّم شَهْر اللَّه وَالشُّهُور كُلّهَا  لِلَّهِ ؟!

يَحْتَمِل أَنْ يُقَال :  إِنَّهُ لَمَّا كَانَ مِنْ الْأَشْهُر الْحُرُم الَّتِي حَرَّمَ اللَّه  فِيهَا الْقِتَال, وَكَانَ أَوَّل شُهُور السَّنَة أُضِيفَ إِلَيْهِ  إِضَافَة تَخْصِيص وَلَمْ يَصِحّ إِضَافَة شَهْر مِنْ الشُّهُور إِلَى  اللَّه –تَعَالَى- عَنْ النَّبِيّ -صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  إِلَّا شَهْر اللَّه الْمُحَرَّم . اهـ

pissktb

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »