Bertanya Tentang Sembelihan Tanpa Basmalah, Dijawab dengan Satu Ayat Namun Beda Hukum

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM

Dalam suatu kesempatan saya pernah ditanya oleh salah satu wali santri, “Bagaimana hukumnya menyembelih hewan kurban tanpa membaca bismillah”.

Saya jawab “Tidak apa-apa menurut Imam Syafi’i, baik sengaja atau tidak sengaja”.

Dia masih menimpali, “Apa dalilnya?”.

Dalilnya adalah firman Allah:

وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ

Kemudian dia masih nanya lagi, “Tapi kata ustadz di kampung kalo sengaja tidak baca tidak sah”,

Saya jawab “Ooo itu menurut Abu Hanifah, kalo sengaja tidak baca maka sembelihanya tidak sah tapi kalo lupa ndak apa-apa”.

“Apa dalilnya?” dia nanya lagi.

Kemudian saya baca lagi ayat yg di atas;

وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ

Orang ini langsung melongo kebingungan, sambil melihat kanan kiri, atas bawah, mungkin dalam hatinya bergumam, “kok dalilnya sama, paling ndak hafal ayat lain lagi, kok bisa dlilnya sama hukumnya beda”. Mungkin mau negur malu.

Akhirnya saya jelaskan pelan-pelan, gini pak maksudnya.

Pada ayat :

وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ

Kalimat لم يذكر اسم الله itu adalah lafadz dzohir yang memiliki kemungkinan makna lebih dari satu, ulama’ dihadpkan pada dua pilihan. Pertama, tetap diartikan secara hakikat yaitu “tidak menyebut nama Allah; artinya tidak dibacakan bismillah”, namun kalo pakai cara ini harus dikecualikan (تخصيص) orang yang lupa, karena tidak mungkin orang lupa terkena hukum, sehingga kalo lupa maka tidak apa-apa.

Atau yang kedua, diarahkan kepada makna majaznya yaitu “yang tidak disembelih”. Itu artinya kalo sudah disembelih meskipun tidak dibacakan bismillah itu hukumnya halal, baik sengaja atau lupa. Kenapa kata لم يذكر diarahkan kepada لم يذبح (yang tidak sembelih), jawabannya karena dua kalimat ini punya ‘alaqoh majaz yaitu lil mujawaroh/kedekatan (للمجاورة), bahwa biasanya menyembelih itu dibarengi dengan penyebutan nama Allah/baca basmalah.

Maka pilih makna yang mana, pilih makna hakikat tapi harus تخصيص, atau pilih makna majaz?. Dalam teori ushul mutakallimin ada kaidah;

التخصيص أولى من المجاز الأولى من الاشتراك والمساوي للاضمار الأولى من النقل

“Takhshish lebih utama ketimbang majaz, majaz lebih utama dibanding musytarok, majaz setingkat dengan idlmar (menyimpan), dan idlmar lebih baik dibanding naql”.

Dalam kasus di atas Abu Hanifah memilih Takhshis dan Imam Syafi’i memilih Majaz.

Perlu diketahui bahwa takhshis (تخصيص), mazaj (مجاز), musytarok (مشترك), idlmar (اضمار), dan naql (نقل) adalah makna yang keluar dari hakikat kebahasaan (حقيقة لغوية), sehingga maknanya diperdebatkan mana yg lebih utama.

Setelah saya bahas panjang lebar, alhamadillah wali santri ini sudah tidak bingung lagi, dia langsung pamit pulang, tidak lupa salam tempel dulu .

Saya bergumam dalam hati “alhamdullah sepertinya dia paham dengan apa yang saya jelaskan, buktinya dia langsung pulang tidak ada pertanyaan lagi”. Hihihi

Oleh: Gus Asror Baisuki (Kiai Muda Bangkalan, Alumni Ma’had Aly Situbondo)

 

diunggah oleh:

Picture of El Muhammad

El Muhammad

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »