ASWAJADEWATA.COM
Kagum bercampur bingung. Ini yang penulis rasakan ketika ada seorang mahasiswi bercerita dan menanyakan tentang orang Hindu yang membaca surat Yasin di kuburan saudaranya yang muslim. Diceritakan, seorang mahasiswi ini memiliki tetangga Hindu yang setiap hari Kamis sore menjelang malam Jum’at mendatangi kuburan salah satu keluarganya yang masuk Islam dan sudah meninggal. Tujuannya membaca surat Yasin dengan niat pahala bacaan surat Yasin dihadiahkan kepada saudaranya yang muslim yang sudah meninggal tersebut. Pertanyaan mahasiswi ini adalah apa hukum orang Hindu yang membaca Al-Qur’an dan apakah ada nilai pahala yang ditujukan untuk saudaranya yang muslim yang sudah meninggal itu?
Penulis yang mendengar cerita dan pertanyaan tersebut, heran, kagum dan bingung bercampur dalam benak penulis. Herannya, kok bisa seorang non muslim mau membaca Al-Qur’an dan memiliki keyakinan bahwa bacaan Yasin bernilai pahala dan sampai kepada saudaranya yang meninggal. Kagumnya, seorang non muslim ternyata mampu membaca al-Qur’an dan istiqamah setiap Kamis menjelang malam Jum’at. Bingungnnya, mau dijawab apa tentang kasus ini? Dijawab tidak boleh dan tidak sampai pahalanya, khawatir menutup pintu hidayah yang Allah sudah membukanya, hanya saja masih menunggu waktu orang tersebut masuk Islam seraya mengikrarkan syahadat. Barangkali, Allah membuka pintu hatinya untuk belajar membaca Al-Qur’an.
Kemudian, jika menjawab boleh dan sampai pahalanya, penulis masih belum membaca referensi (ketika ditanya) tentang kebolehan non muslim membaca Al-Qur’an. Namun, dengan keyakinan dan harapan semoga kasus tersebut memang pintu hidayah yang Allah buka, penulis menjawab boleh dan pahalanya sampai, dengan mempertimbangkan melihat apa yang dibaca bukan siapa yang membaca. Selain itu, pahala dan dosa hanya Allah yang menentukannya.
Tidak sampai di situ, penulis masih ingin mengetahui tentang hukumnya dengan mencari referensi pendapat para ulama. Sehingga, kisah dan pertanyaan ini penulis masukkan dalam sub pembahasan dalam buku ini. Ternyata, para ulama berbeda pendapat tentang hukum non muslim membaca Al-Qur’an. Pendapat pertama, haram bagi non muslim membaca Al-Quran. Hal ini disebabkan mereka tidak suci dari hadats sepeti hadats kecil atau besar (junub). Ini adalah mazhab Hambali. Pendapat kedua, boleh bagi non muslim membaca Al-Quran dengan harapan bisa mendapatkan hidayah. Bagaimana jika ternyata sampai akhir hidupnya tetap membaca Al-Qur’an tetap tidak masuk Islam? Jawabannya, tentang hidayah hanya Allah yang menentukan.
Tidak mengapa orang non muslim membaca Al-Qur’an, justru banyak non muslim yang membaca dan mempelajari Al-Qu’an menjadi bersimpati dan akhirnya masuk Islam, sebagaimana dulu dalam kisah masyhur Islamnya sahabat Umar bin Khatab. Inilah yang menjadi dasar kebolehan non muslim membaca atau belajar Al-Qur’an. Dan bukankah Al-Qur’an memang untuk dipelajari sebagai petunjuk bagi seluruh manusia?!
Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:
Anas bin Malik berkata, ”Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya ”Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” Maka Umar menjawab, “Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya, ”Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”. Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “Barangkali keduanya benar telah berpindah agama”. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).” Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat, ”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”
Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Lalu Umar berangkat menuju tempat Nabi Muhammad, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata, ”Jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata, ”Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.” Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”. Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”. (Piss-ktb)
Dari kisah Khalifah Umar di atas sudah jelas kebolehan seorang non muslim membaca Al-Qur’an. Catatan ada harapan masuk Islam tidak serta merta harus diketahui secara pasti bahwa non muslim tersebut memang ingin masuk Islam. Karena masuk Islam merupakan takdir hidayah dari Allah. Kita sebagai manusia meski bergama Islam pun tidak mampu menentukan hidayah manusia. Sebagaimana Rasulullah tidak bisa memberi hidayah kepada paman yang dicintainya.
Pertanyaan tentang apakah bacaan Al-Qur’an seorang non muslim bernilai ibadah dan berpahala, sehingga pahalanya bisa ditujukan kepada orang muslim yang meninggal? Pahala juga termasuk hak Allah yang menentukan. Namun, jika melihat kebolehan seorang non msulim membaca Al-Qur’an maka kemungkinan besar ada nilai pahala. Namun sekali lagi, pahala hanya Allah yang menentukan. Perlu diingat, Allah selalu memberi nilai yang baik kepada siapapun yang melakukan kebaikan dengan hati yang tulus dan ikhlas.
Dalam kitab Tafsir Surat Yasin dijelaskan, jika Yasin dibacakan untuk mayit maka akan memberi fadlilah bagi si mayit berupa siksaan kuburnya diringankan (jika memang si mayit termasuk yang disiksa). Jika tidak termasuk mayit yang disiksa maka fadlilah bacaan Yasin bagi si mayit ini akan menjadi pancaran cahaya bagi alam kuburnya. (Buku Fikih Muslim Bali)