Saturday 07th September 2024,

Dua Pakar Usul Fikih Kebanggaan NUsantara

Dua Pakar Usul Fikih Kebanggaan NUsantara
Share it

ASWAJADEWATA.COM

Kiai Jamal Makmur Asmani, salah seorang santri senior kiai Sahal yang menulis buku tentang pemikiran beliau mengirim pesan pendek kepada saya. Dalam pesannya, ia berkata, “Salam takzim untuk Kiai Afifuddin Muhajir, penerus kiai Sahal, ditunggu karangan beliau tentang usul fikih”.

Bagi saya, pesan pendek itu mengandung kesan yg amat dalam, utamanya tentang sosok Kiai Sahal dan Kiai Afif. Publik mengenal kedua kiai NU ini sebagai maestro usul fikih kebanggaan NU. Sepeninggal Kiai Sahal, publik menyebut-nyebut Kiai Afif sebagai penerusnya. Bahkan hal itu diakui sendiri oleh Mas Jamal, penulis buku pemikiran tentang Kiai Sahal.

Tak ada yg meragukan kepakaran Kiai Sahal dalam bidang usul fikih. Ia berhasil menulis kitab Thariqah al-Husul Syarh Ghayah al-Wusul karya Zakariya al-Anshari, sebuah kitab usul fikih genre mutakallimin yg dikenal sulit karena bahasanya yg amat padat dan ringkas. Tapi itu tidak berlaku kepada kiai Sahal. Bahkan ia berhasil menulis hasyiyah untuk kitab Ghayah al-Wusul ini. Dahsyatnya kitab ini ditulis ketika beliau menjadi santri Kiai Zubair ibn Dahlan, ayahanda Kiai Maimoen Zubair Sarang Jawa Tengah.

Karya kiai sahal bukan hanya itu, ia juga menulis buku yg berjudul al-Bayan al-Mulamma’ an alfadzi al-Luma’ yg merupakan syarh atau komentar terhadap al-Luma karya al-Syairazi yang berisi pembahasan mengenai usul fikih. Dan beberapa buku berbahasa arab, Indonesia dan jawa.

Sementara itu Kiai Afifuddin Muhajir telah menulis kitab Fath al-Mujib al-Qarib yang merupakan syarah (komentar) terhadap kitab taqrib karangan Abi Syujak. Ada yg bertanya, apa karangan kiai Afif dalam bidang usul fikih? Sampai saat ini tidak ada. Namun ini tidak menegasikan kemampuannya dalam bidang usul fikih. Dalam karya-karyanya seperti al-Ahkam al-Syar’iyah bayna al-Tsabat wa al-Tatawwur, Fiqh Tata Negara, Membangun Nalar Islam moderat, Fikih menggugat pemilihan langsung dan tulisan-tulisan beliau yg lain tersebar teori-teori usul fikih yang amat kaya.

Di tangan Kiai Afif inilah usul fikih tidak hanya menjadi ilmu hafalan tetapi juga menjadi ilmu terapan. Yang bisa digunakan untuk membedah setiap persoalan yg bermunculan.

Hal ini juga diakui oleh Kiai Abdul Moqsith Ghazali, salah satu santri kiai Afif yg kini menjabat sebagai wakil ketua LBM PBNU sekaligus dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia menuturkan, Kiai Afif berbicara tentang negara Pancasila, Islam Nusantara dan persoalan-persoalan krusial lain menggunakan perspektif usul fikih.

Pembaca mungkin masih ingat hebohnya ide Islam Nusantara yang dipromosikan PBNU. Saya ingat betul saat itu makalah pertama yang secara utuh membidik Islam Nusantara menurut usul fikih adalah makalah kiai Afif yg bertajuk Islam Nusantara untuk peradaban Indonesia dan dunia. Makalah ini disampaikan pada seminar nasional di Makassar. Kemudian Ahmad Baso, penulis produktif NU menjadikan makalah kiai Afif ini sebagai pengantar bukunya soal Islam Nusantara.

Ketika Muktamar NU ke-33 di Jombang Kiai Afif menjadi ketua sidang komisi Bahstul Masail Maudhuiyah yg salah satu bahasannya adalah metode istibath al-Ahkam dalam lingkungan Nahdlatul Ulama. Dalam Forum ini dibahas bagaimana cara menyelesaikan kasus-kasus yg tak tercover dalam nash Alquran mapun al-Sunnah. (Untuk hasil sidang utamanya terkait metode istinbath al-Ahkam dalam lingkungan NU bisa dicari sendiri di Internet.)

Menurut sekretaris pribadi Kiai Afif salah satu penyebab kenapa sampai sekarang beliau belum menulis kitab usul fikih. Ini karena beliau khawatir karyanya kelak tidak manfaat. Bukan malah memudahkan tapi menyulitkan, itu kekhawatirannya. Pada titik ini, kiai Afif bukan tipikal kiai yang penting nulis tapi nulis yg penting. Kiai Afif tidak menjadikan menulis sebagai tujuan utama tetapi bagaimana manfaat dari sebuah tulisan.

Padahal, pengalaman saya pribadi ketika mengaji kitab Jam’ul Jawami’ kepada beliau, konten kitab yang berat dan super sulit menjadi amat mudah bahkan tak jarang beliau memberi tawaran redaksi/ibarat yg lebih akrab dengan kami para santri. Ini bukan hanya dirasakan saya tetapi banyak teman-teman lintas angkatan.

Dari segi proses akademik, Kiai Sahal dan Kiai Afif adalah produk asli pesantren Indonesia. Beliau tak pernah belajar ke Timur (arab) apalagi ke barat. Kiai Sahal belajar di Pesantren Maslakul Huda Kajen, Pesantren Bendo Pare asuhan Kiai Muhajir dan pesantren Sarang asuhan Kiai Zubair ibn Dahlan.

Sementara Kiai Afif sejak umur delapan tahun belajar di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo asuhan KHR. As’ad Syamsul Arifin. Hubungan Kiai As’ad dengan Kiai Afif begitu dekat sebab asrama tempat kiai Afif tinggal adalah asrama tepas, asrama khusus santri yg mengabdi kepada keluarga kiai. Sejak baru mondok Kiai Afif mengaji sekaligus mengabdi kepada keluarga Kiai As’ad. Kiai lain yg banyak berjasa bagi karir akademik kiai Afif adalah Kiai Dhofir Munawawwar ayahanda Kiai Ahmad Azaim Ibrahimy.

Ada peristiwa besar dalam kehidupan Kiai Afif yaitu ketika Kiai As’ad meng-endors keilmuan Kiai Afif. Itu bermula ketika Kiai Ach. Fawaid As’ad meminta izin untuk mondok ke pesantren dimana ayahandanya dulu mondok. Namun apalah daya berapa kali Kiai Fawaid minta izin berulang kali Kiai As’ad tidak memberi izin. Kiai As’ad mengatakan dengan tegas “untuk urusan keilmuan di sini sudah ada pakarnya, yaitu Khofi (Khofi adalah nama kecil Kiai Afifuddin Muhajir), habiskan ilmunya Khofi, sudah cukup”.

Sejak saat itulah Kiai Fawaid As’ad ngaji secara privat kepada Kiai Afifuddin Muhajir. Rekomendasi dari Kiai As’ad ini tak bisa dipandang sebelah mata. Mengingat beliau tak akan mudah memberi “sertifikasi” kepada seseroang kecuali orang tersebut memang memiliki kualifikasi yang baik dalam hal keilmuan, spritual dan segala hal.

Dalam banyak even, Kiai As’ad sering melibatkan kiai Afif muda. Misalnya ketika Munas dan Muktamar NU di Sukorejo. Teks deklarasi hubungan Islam dan Pancasila yang beredar saat ini merupakan hasil tulisan tangan Kiai Afif yg didekte langsung oleh Kiai As’ad dan kiai yg lain.

Pada waktu pendirian Ma’had Aly, Kiai Afif adalah satu kiai yg ditunjuk untuk menjadi tim pendirian. Tim itu berisi Kiai Hasan Basri Lc, Kiai Abdul Wahid Zaini, Kiai Nadhir Muhammad, Kiai dan Kiai Yusuf Muhammad. Sampai saat ini beliau aktif sebagai Masyayikh dan pengajar usul fikih di lembaga warisan Kiai As’ad tersebut.

Dari segi penampilan, Kiai Sahal dan Kiai Afif sama-sama bernampilan biasa, pakai sarung, batik dan kopyah atau songkok. Ia tak suka menggunakan aksesoris kiai seperti surban, imamah, jubah atau tasbih panjang. Banyak cerita yg beredar tidak sedikit orang salah paham. Mereka mencium tangan khadamnya ketimbang kedua kiai NU itu. Karena secara penampilan keduanya sangat sederhana.

Kiai Sahal dan Kiai Afif juga tipikal kiai yang tak suka banyak bicara. Beliau berdua dikenal irit bicara termasuk soal fatwa. Alkisah ada satu rombongan sowan ke kediaman Kiai Sahal, setelah diterima dengan ramah mereka menyampaikan maksud kunjungannya, yaitu ingin minta fatwa soal kasus Syiah, setelah mendengar itu Kiai Sahal masuk ke ruangan pribadinya dan tak keluar lagi. Akhirnya rombongan pulang tanpa membawa fatwa. Kiai Afif pun demikian suatu saat ada sejumlah orang minta fatwa beliau soal LDII setelah menyimak pertanyaan mereka, kiai Afif menjawab dengan halus dan nada yg khas, “saya tak tahu! “.

Hari ini 20 Mei, Kiai Afifuddin Muhajir, kiai kebanggaan kita itu ulang tahun. Mari doakan agar beliau sehat, panjang umur dan bisa menulis kitab-kitab yg memudahkan, utamanya dalam bidang usul fikih. Dan untuk Kiai Sahal semoga Allah mengampuni segala khilafnya dan menerima segala amal baiknya.

Salam baik, Ahmad Husain Fahasbu

 

 

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »