ASWAJADEWATA.COM
“Untuk menuju jalannya Allah, mau tidak mau kita harus meniru mahluk. Maka keliru jika ada orang yang bilang dikit-dikit ikut Pengeran (Allah), (karena) Pengeran itu tidak makan dan tidak minum,” ucap Gus Baha.
Hal itu dapat kita cermati dalam surat al-Fatihah pada ayat 7
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Menurut Gus Baha, lafaz shirathal ladzina an’amta ‘alaihim harusnya diganti dengan lafaz shirathaka yang berarti “jalan Engkau (Allah)”, andai orang Islam diwajibkan untuk meniru Allah Swt. secara langsung. Akan tetapi Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk meniru orang-orang yang saleh. Karena Allah Swt. memiliki sifat yang berbeda dengan mahluk dan tidak boleh ditiru, seperti dalam surat as-Syura ayat 11,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (dalam semua hal)”. .
Gus Baha juga menuturkan bahwa kita sebagai seorang muslim tidak boleh asal berkata “kita ini mengikuti Nabi”. Karena Nabi Muhammad saw. itu akan selalu berada dalam kebenaran, tetapi sebuah riwayat yang dinisbatkan kepada beliau belum tentu benar. Kalaupun memang benar dari Nabi Muhammad saw, makna yang dipahami seseorang itu belum tentu benar.
“Misalnya kamu bisa meniru Nabi, (dalam) salat qobliyah-nya. (Salat) qobliyahnya mengikuti Nabi, cingkrangnya meniru Nabi, (salat) ba’diyahnya meniru Nabi. Nanti kalau tidak ada riwayat, Nabi itu hidupnya di Makkah dan Madinah, kenapa kamu tidak hidup di Mekkah dan Madinah?” tutur Gus Baha
Dalam memahami apa saja yang boleh ditiru Nabi Muhammad saw, dibutuhkan para ulama yang mempunyai kapasitas dalam berijtihad.
“Andaikan sunnah rasul dimaknai secara sepihak, maka harus hidup di Madinah. Maka jika ada orang islam yang tidak pernah ke Madinah, (dia) akan dianggap tidak mengikuti sunnah rasul,” jelas Gus baha
Dalam mukadimah kitab Shohih Muslim, Abdullah bin al-Mubarok berkata:
“Sanad itu sebagian dari agama. Jika tidak ada sanad, sungguh seseorang akan berkata apa saja yang dia kehendaki”.
Oleh: Ulin Nuha