ASWAJADEWATA.COM |
Genetika perjuangan ulama NU Kyai Abas Buntet saat bersama laskar Hizbullah merebut Kota Surabaya dari NICA menjadi warna yang melekat kental dalam darahnya sampai hari ini.
“Visi dan tujuan saya dalam gerakan Patriot Garuda Nusantara (PGN) sangat sederhana, menyiapkan lahir bathin kami untuk berhadapan dengan siapa saja yang mencoba mencederai pengorbanan darah dan nyawa para ulama NU ketika membangun dasar-dasar kebangsaan bersama saudara setanah air saat itu,” ungkapnya.
Menurut beliau, ketika sebuah gerakan memunculkan opini pro dan kontra, tidak perlu dijadikan alasan untuk berhenti berjuang. Itu sebuah hal biasa.
“Kuatkan dan yakinkan hati bahwa merawat dan menjaga NKRI adalah tugas kita semua, tidak hanya aparat. Jadikan leluhur kita bangga atas usaha kita ini, warisi anak keturunan kita dengan kebanggaan yang sama, sehingga mereka tau bagaimana nilai sebuah kemerdekaan dan pengorbanannnya yang kini kita nikmati bersama,” ujar penggemar Udeng (ikat kepala tradisional) Bali itu kemudian.
Inti percakapan di suatu sore yang luar biasa saya bersama KH. Dr. Nuril Arifin Husein MBA (Gus Nuril) di Kuta, Bali, sosok kontroversial bagi sebagian orang, salah satu dari para pewaris pemikiran Gus Dur, ulama yang sangat dicintainya.
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi
