Saturday 20th April 2024,

Jika Makmum Sendiri, Haruskah Posisinya Sejajar Dengan Imam?

Jika Makmum Sendiri, Haruskah Posisinya Sejajar Dengan Imam?
Share it

ASWAJADEWATA.COM |

Saya sering ditanya masalah ini, yaitu ketika salat 1 imam dan 1 makmum. Dalil Hadis menunjukkan berdiri sejajar antara imam dan makmum. Tapi pendapat ulama Mazhab justru seperti bertentangan, sebab makmum mundur sedikit dari posisi berdiri imam. Apalagi jika ditambah “Anda ikut Nabi apa ikut imam Mazhab?”.

Tadi pagi kuliah Subuh online yang mengkaji Sahih Bukhari bersama jamaah Masjid Manarul Ilmi ITS, kebetulan sampai pada hadis tersebut. Imam Bukhari menulis judul Bab:

ﺑﺎﺏ: ﻳﻘﻮﻡ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻦ اﻹﻣﺎﻡ، ﺑﺤﺬاﺋﻪ ﺳﻮاء ﺇﺫا ﻛﺎﻧﺎ اﺛﻨﻴﻦ

Makmum berdiri di sebelah kanan imam, di sebelahnya sejajar bila terdiri dari 2 orang (imam dan makmum)

Hadis yang disampaikan oleh Imam Bukhari adalah:

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ، ﻗﺎﻝ: ﺑﺖ ﻓﻲ ﺑﻴﺖ ﺧﺎﻟﺘﻲ ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ ” ﻓﺼﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ اﻟﻌﺸﺎء، ﺛﻢ ﺟﺎء، ﻓﺼﻠﻰ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ، ﺛﻢ ﻧﺎﻡ، ﺛﻢ ﻗﺎﻡ، ﻓﺠﺌﺖ، ﻓﻘﻤﺖ ﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭﻩ ﻓﺠﻌﻠﻨﻲ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ

Ibnu Abbas berkata: “Saya menginap di rumah bibi saya, Maimunah (istri Nabi). Nabi salat Isyak, lalu datang dan salat 4 rakaat. Kemudian Nabi tidur, bangun malam dan salat. Saya datang lalu berdiri di sebelah kiri Nabi, dan beliau mengarahkan saya ke sebelah kanan Nabi”.

Al-Hafidz Ibnu Hajar sependapat dengan Imam Bukhari, sehingga dalam syarahnya banyak mengutip Atsar yang menguatkan posisi makmum berdiri sejajar dengan imam:

وَعَنْ اِبْنِ جُرَيْجٍ قَالَ : قُلْتُ لِعَطَاءٍ : الرَّجُلُ يُصَلِّي مَعَ الرَّجُلِ أَيْنَ يَكُونُ مِنْهُ ؟ قَالَ : إِلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ . قُلْتُ : أَيُحَاذِي بِهِ حَتَّى يَصُفَّ مَعَهُ لَا يَفُوتُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ ؟ قَالَ : نَعَمْ . قُلْتُ : أَتُحِبُّ أَنْ يُسَاوِيَهُ حَتَّى لَا تَكُونَ بَيْنَهُمَا فُرْجَةٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ .

Ibnu Juraij bertanya kepada Atha’: “Dimana posisi makmum laki-laki yang salat bersama imam laki-laki?” Atha’ menjawab: “Sebelah kanannya”. Saya: “Apakah berdiri lurus sehingga tidak ada keterpautan antara imam dan makmum?” Atha’: “Ya”. Saya bertanya: “Apakah lurus hingga tidak ada celah antara imam dan makmum?” Atha’: “Ya” (Fathul Bari, 3/38)

Bagaimana pendapat para ulama Mazhab? Berikut perinciannya:

– Mazhab Maliki

( وَالرَّجُلُ الْوَاحِدُ ) وَمِثْلُهُ الصَّبِيُّ الَّذِي يَعْقِلُ الْقُرْبَةَ إذَا صَلَّى وَاحِدًا مِنْهُمَا ( مَعَ الْإِمَامِ ) يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ ( يَقُومَ ) أَيْ يُصَلِّيَ ( عَنْ ) أَيْ جِهَةَ ( يَمِينِهِ ) وَيُنْدَبُ لَهُ أَنْ يَتَأَخَّرَ عَنْهُ قَلِيلًا بِحَيْثُ يَتَمَيَّزُ الْإِمَامُ مِنْ الْمَأْمُومِ وَتُكْرَهُ مُحَاذَاتُهُ

Seorang makmum laki-laki atau anak kecil jika salat bersama imam maka disunahkan berdiri di sebelah kanan imam. Dianjurkan bagi makmum mundur sedikit, sekira dapat dibedakan mana imam dan makmum. Dan makruh jika makmum sejajar dengan imam (Fawakih Ad-Dawani 2/407)

– Mazhab Syafi’i

السنة أن يقف المأموم الواحد عن يمين الامام رجلا كان أو صبيا قال اصحابنا ويستحب ان يتأخر عن مساواة الامام قليلا

Sunah bagi makmum seorang diri berada di sebelah kanan imam, baik dewasa atau anak kecil. Ulama Syafi’iyah menganjurkan mundur sedikit dari imam (Al-Majmu’, 4/292)

– Mazhab Hambali

( فَلَا يَضُرُّ ) فِي صَلَاةِ مَأْمُومٍ ( عَدَمُ مُسَاوَاةٍ ) ، أَيْ : مُسَامَتَتِهِ لِإِمَامِهِ ( بِتَأَخُّرِهِ ) عَنْهُ قَلِيلًا ، بِحَيْثُ يَظْهَرُ لِلرَّائِي أَنَّهُ مَأْمُومٌ

Tidak masalah bila makmum tidak sejajar dengan imam dengan mundur sedikit, sekira menjadi jelas bagi orang yang melihat bahwa dia adalah makmum (Mathalib Uli Nuha 3/460)

Pendapat Ulama Mazhab Tidak Ada Dalilnya?

Sebentar dulu. Jangan memvonis pendapat ulama Mazhab tidak memiliki dalil Hadis. Syaikhul Islam, Zakaria Al-Anshari memberi alasan kenapa makmum berdiri sedikit mundur dari posisi imam:

( فَرْعٌ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقِفَ الذَّكَرُ عَنْ يَمِينِ الْإِمَامِ وَيَتَأَخَّرَ قَلِيلًا ) اسْتِعْمَالًا لِلْأَدَبِ وَإِظْهَارًا لِرُتْبَةِ الْإِمَامِ عَلَى رُتْبَةِ الْمَأْمُومِ

“Disunahkan bagi makmum laki-laki sendirian berdiri di sebelah kanan imam dan mundur sedikit, untuk menjaga etika dan menampakkan posisi imam lebih di depan dari pada makmum” (Asna Al-Mathalib 3/293)

Dalilnya sama seperti Hadis di atas, namun dalam riwayat Imam Ahmad ada tambahan redaksi:

ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ : ﺃﺗﻴﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺁﺧﺮ اﻟﻠﻴﻞ، ﻓﺼﻠﻴﺖ ﺧﻠﻔﻪ، ﻓﺄﺧﺬ ﺑﻴﺪﻱ، ﻓﺠﺮﻧﻲ، ﻓﺠﻌﻠﻨﻲ ﺣﺬاءﻩ، ﻓﻠﻤﺎ ﺃﻗﺒﻞ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺻﻼﺗﻪ، ﺧﻨﺴﺖ، ﻓﺼﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻓﻠﻤﺎ اﻧﺼﺮﻑ ﻗﺎﻝ ﻟﻲ: ” ﻣﺎ ﺷﺄﻧﻲ ﺃﺟﻌﻠﻚ ﺣﺬاﺋﻲ ﻓﺘﺨﻨﺲ؟ “، ﻓﻘﻠﺖ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﺃﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺣﺬاءﻙ،

Ibnu Abbas berkata: “Saya mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di akhir malam. Saya salat di belakang Nabi. Kemudian Nabi memegang tangan saya dan menarik saya sampai sejajar. Ketika Nabi masuk ke dalam salat, SAYA MUNDUR. Selesai salat Nabi bertanya: “Kenapa kamu mundur?” Ibnu Abbas: “Apakah layak bagi seseorang salat berdiri sejajar dengan Engkau?” (HR Ahmad)

Kesimpulannya, kedua bentuk makmum berdiri, baik sejajar lurus dan rapat dengan imam atau yang mundur sedikit, sama-sama memiliki dalil dan sama-sama sah, serta tidak ada ulama yang mengatakan salatnya batal.

 

Oleh: KH. Ma’ruf Khozin

 

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »