Karim Abraham; Ansor Buleleng Harus Jadi Rumah Nyaman Bagi Setiap Anggotanya

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: Dadie W. Prasetyoadi

PC GP Ansor Buleleng saat ini diketuai oleh Abdul Karim Abraham, pria kelahiran desa Pejarakan, Gerokgak, Buleleng, Bali.

Pertama kali Karim bergabung di Ansor tahun 2014 berangkat dari keresahan anak muda di desanya kala itu. Ndan Iboy panggilan akrab Karim menuturkan bahwa saat itu melihat anak muda di desanya tidak ada wadah untuk beraktifitas positif. Selain Remaja Masjid (Remas) yang juga vakum, GP Ansor sudah cukup lama tidak bergerak.

“Sehingga oleh teman teman, saya yang baru dua tahun balik dari berkuliah di Malang, ditunjuk sebagai Ketua Ranting GP Ansor Desa Pejarakan 2014-2015. Tahun 2015 terpilih menjadi Ketua PAC Gerokgak, kemudian terpilih jadi Ketua PC GP Ansor Buleleng, 2019-2023,” ungkapnya.

Selain Ketua PC GP Ansor Buleleng, saat ini tidak ada jabatan lain yang diemban Karim di NU. Hanya saja sekarang dalam momentum Satu Abad NU di Buleleng, dirinya ditunjuk sebagai Ketua Panitia pelaksanaan rangkaian satu abad PCNU Buleleng.

“Diluar NU juga tidak ada jabatan publik, kecuali di desa saya yang baru saja ditunjuk sebagai Ketua Komite Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam Pejarakan, dan Ketua Yayasan Baiturrahim Pejarakan Buleleng,” kata Karim.

Pendekatan emosional dengan kedekatan personal adalah hal pertama yang dilakukan Karim saat memulai kiprahnya di Ansor. Tujuannya, bagaimana anggota bisa nyaman berada di organisasi layaknya rumah sendiri.

“Ini dalam konteks di ranting, misalnya kalau dalam skup yang lebih besar seperti sekarang di PC, menyapa kader bisa dengan banyak cara, salah satunya melalui media, dengan publikasi. Artinya apapun yang dilakukan di PC, harus sampai ke kader di PAC dan PR,” jelasnya.

Selanjutnya menurut Karim adalah Kaderisasi. Walaupun belum maksimal, tapi Kaderisasi ini sangat penting, karena ini pintu masuk ideologisasi organisasi. Melalui kaderisasi, setiap kader akan paham alur berpikir dan bertindak ala organisasi. Kader juga akan bangga dengan identitas organisasi.

“Dan yang terpenting, akan terbangun solidaritas organisasi. Jika sudah solid secara emosional dan ideology, maka akan sulit tergoyahkan dengan propaganda dari siapapun,” katanya lagi.

Karim dikenal juga oleh kalangan muda NU Bali sebagai pegiat literasi. Berbekal aktifitas jurnalistiknya di berbagai media NU, dirinya sering mengadakan kegiatan di kalangan pelajar dan mahasiswa NU Bali guna membangkitkan semangat literasi. Awalnya mengenalkan model diskusi dengan “bedah buku” yang waktu itu masih dirasa asing. Apalagi saat itu masih terbatas kalangan kampung di PAC. Selain itu ada asumsi kegiatan Ansor waktu itu umumnya hanya seperti pengajian atau sejenisnya. Lalu diskusi selanjutnya digantilah dengan istilah “Ngaji Buku”. Ternyata responnya meningkat lewat strategi komunikasi ini.

Menurut dia, gerakan literasi ini adalah kerja panjang, karena memang tidak mudah membangkitkan semangat literasi.

Tidak saja mengangkat tema kekinian, Karim juga beberapa kali mengangkat tema diskusi yang sensitif, seperti kasus 1965. Termasuk isu lingkungan yang berkaitan dengan PLTU di Buleleng, dan juga isu-isu konflik lahan antara warga setempat dengan pemerintah.

“Diskusi dengan isu sensitif ini penting diangkat, untuk paling tidak memantik kader belajar buka buku, cari informasi, ketemu akademisi dan lain lain,” terangnya.

Jika dirunut satu persatu sejak mulainya kiprah Karim di Ansor Buleleng, mulai dari ranting hingga kini di PC, telah banyak perubahan yang dilakukannya. Salah satunya; terbangunnya kolaborasi dengan pemerintah lewat kerjasama dengan pendamping profesional Kemendes Bali dengan melibatkan seluruh pemerintah desa di wilayah PC GP Ansor Buleleng.

Dirinya mengatakan bahwa komunikasi juga menjadi faktor utama penyelesaian setiap masalah di organisasi. Seperti di tingkat PAC, ranahnya adalah penyambung informasi dan program dari PC, untuk disampaikan kepada ranting. PAC juga diminta sebagai pemersatu gagasan dan tindakan, termasuk penyelesaian berbagai mis antar kader,

Sedangakan PC jadi sarana pelaksanaan berbagai pendidikan dan pelatihan, seperti kaderisasi formal (PKD dan Diklatsar), pelatihan media dasar, upgrading pasca pendidikan, sosialisasi tertib administrasi, sosialisasi bahaya narkoba dan lainnya. Di keagamaan, melalui majelis Rijalul Ansor. Termasuk juga di dalamnya upaya pengembangan perekonomian masyarakat.

Di luar lingkungan NU pun juga mereka banyak menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Seperti dengan Gusdurian Peduli dan Narasi TV saat pandemi Covid 19 lalu. Juga dengan Kementerian Agama saat perayaan hari santri.

Namun, menurut Karim yang terpenting dari semua itu adalah, bagaimana sebagai pimpinan bisa menjaga semangat kader yang kadang naik turun.

“Salah satunya dengan menjaga ritme kegiatan, tidak terlalu lama berdiam, tapi juga tidak terlalu sering kegiatan, karena kita paham yang aktif di Ansor, mereka juga punya tanggungjawab diluar itu, seperti keluarga,” tegasnya.

Semua tugas yang diamanatkan itu menurut Karim tidak mungkin dapat berjalan baik, tanpa kerjasama dan support dari seluruh anggota pengurus serta setiap kader Ansor Buleleng lainnya selama ini.

diunggah oleh:

Picture of Aswaja Dewata

Aswaja Dewata

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »