Thursday 10th October 2024,

KDRT itu bukan Ajaran Islam

KDRT itu bukan Ajaran Islam
Share it

ASWAJADEWATA.COM |

(Dharaba) Memang memiliki banyak makna sesuai kalimat transitifnya. Jika ‘mutaaddi’ dengan lafal tertentu akan berbeda maknanya. Dalam QS An-Nisa’ 34 memang bermakna memukul seperti yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir.

Tapi jangan langsung memvonis pukulan seperti menempeleng, mendamprat dan kekerasan lainnya. Perlu memperhatikan hadis-hadis Nabi shalallahu alaihi wa sallam sebelum memberi kesimpulan.

  1. Dalam hadis ada penjelasan “Tidak menyakiti”.

ﻋﻦ ﻋﻄﺎء ﻗﺎﻝ: ﻗﻠﺖ ﻻﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ: ﻣﺎ اﻟﻀﺮﺏ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺒﺮﺡ؟ ﻗﺎﻝ: اﻟﺴﻮاﻙ ﻭﺷﺒﻬﻪ، ﻳﻀﺮﺑﻬﺎ ﺑﻪ.

Atha’ bertanya kepada Ibnu Abbas: “Apa yang dimaksud memukul yang tidak melukai?” Ibnu Abbas menjawab: “Siwak dan seukurannya, yang dipukulkan” (Tafsir Qurthubi)

Kita tahu sendiri kayu siwak hanya seukuran jari telunjuk.

  1. Nabi Tidak pernah memukul istri

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ، ﻗﺎﻟﺖ: «ﻣﺎ ﺿﺮﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺷﻴﺌﺎ ﻗﻂ ﺑﻴﺪﻩ، ﻭﻻ اﻣﺮﺃﺓ، ﻭﻻ ﺧﺎﺩﻣﺎ»

Aisyah berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan tangannya, tidak memukul wanita dan pembantu (HR Muslim)

Penjelasan dalam kitab Al-Majmu’ setelah menampilkan beberapa hadis kemudian disimpulkan:

ﻓﻲ ﻫﺬا ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻻﻭﻟﻰ ﺗﺮﻙ اﻟﻀﺮﺏ ﻟﻠﻨﺴﺎء

Hadis ini adalah dalil bahwa lebih utama tidak memukul istri (Al-Majmu’, 16/450)

Syekh Al-Bahuti dari Mazhab Hambali lebih rasional dalam memberi ulasan:

ﻭاﻷﻭﻟﻰ ﺗﺮﻙ ﺿﺮﺑﻬﺎ ﺇﺑﻘﺎء ﻟﻠﻤﻮﺩﺓ

Lebih baik tinggalkan memukul istri agar cinta tetap ada (Kasyaf Al-Qina’, 5/210).

Saya setuju dengan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kalau ada seorang suami melakukan kekerasan pada istrinya kemudian mendapat pendampingan dari Komnas Perempuan hingga mendapat haknya juga saya setuju. Sebab para suami sudah terlampau jauh hingga memukul istrinya sampai babak-belur.

Di samping itu, pukulan suami kepada istri bukan karena kesalehan suami, banyak suami yang belum memenuhi kewajiban memberi nafkah dan membimbing istri malah sudah mukul duluan. Bahkan terkadang menjadi legitimasi kesalahan suami, padahal istrinya siang malam bekerja, mengasuh anak, menyelesaikan pekerjaan di rumah dan tugas lain yang tidak bisa dilakukan suami.

Oleh: KH. Ma’ruf Khozin

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »