ASWAJADEWATA.COM |
Dalam kitab Syarah Ratibul Haddad pada bab keutamaan dzikir yang ketujuh, tertuang serangkai kisah penuh hikmah. Yakni Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Ali al-Hanafi dalam kitabnya, Syarhu al al-Lum’atu al-Buniyyah, menceritatakan:
Abi Darda’ memiliki seorang pelayan wanita yang meracuni makanannya selama empat puluh hari. Akan tetapi racun tersebut tidak membahayakan diri Abi Darda’ karena ia selalu membaca dzikir.
Dalam kitab an-Nashaih kisah tersebut dilanjutkan, bahwa pelayan itu bertanya kepada Abi Darda’, “Termasuk jenis makhluk apakah engkau ini?” Abi Darda’ menjawab, “Aku seorang manusia sepertimu.”
Pelayan tersebut bertanya kembali, “Bagaimana mungkin engkau seorang manusia biasa sedangkan aku telah meracunimu sebanyak empat puluh kali akan tetapi tidak membahayakanmu?” Abi Darda’ menjawab, “Tidakkah engkau tahu bahwasannya orang yang berdzikir kepada Allah tidak akan ada sesuatu yang akan membahayakannya. Ketika engkau meracuniku, aku sedang berdzikir kepada Allah dengan nama Allah yang Agung”
Pelayan itu bertanya kembali, “Dzikir apakah itu?” Abi Darda’ menjawab, dzikir yang aku baca adalah,
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“(Aku berlindung) dengan Nama Allah yang bersama nama-Nya tidak ada sesuatu di bumi dan di langit yang bisa membahayakan. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kemudian Abi Darda’ bertanya sebab pelayan perempuannya itu meracuni dirinya, “Apa yang membuatmu melakukan semua ini?” Pelayan tersebut menjawab, “Kebencianku kepadamu.” Abi Da’da’ berkata kepada pelayannya,
“Mulai saat ini engkau kumerdekakan dan engkau kumaafkan ata semua perbuatan yang telah engkau lakukan itu”
(Catatan ngaji kitab Syarah Ratibul Haddad bersama Gus Tama. Syarah Ratibul Haddad halaman 211)