ASWAJADEWATA.COM
Berbicara tentang jodoh atau pasangan yang baik dengan yang baik atau sebaliknya, sepertinya perlu dijelaskan secara klasifikasi. Penulis akan menjelaskan hal ini dengan klasifikasi: yang baik dengan yang baik, yang buruk dengan yang buruk, atau yang baik dengan yang buruk.
Yang baik dengen yang baik
Menerima seseorang yang baik, siapa saja bisa. Karena memang itu yang dikehendaki dalam memilih pasangan. Merupakan suatu anugerah Allah jika kita baik mendapatkan pasangan yang baik pula. Namun, jangan pernah merasa baik ketika kita mendapatkan pasangan yang baik. Ketika kita merasa seperti itu, berarti kita masih belum baik. Kita harus cukup bersyukur saja, tidak perlu merasa apalagi disebarluaskan dengan ungkapan, “Pasanganku orang baik, lho”.
Ingat! Mungkin saja kita mendapatkan orang baik karena diri kita masih belum baik (sekedar merasa saja), sehingga harus ada orang lain untuk merubah kita menjadi yang baik. Jika kita memang baik, berarti orang baik yang menjadi pasangan kita akan menjadi penjaga kebaikan kita dan bahkan yang akan membuat kita lebih baik. Jika kita memang ingin mendapatkan pasangan yang baik, kita jangan pernah merasa baik. Kita selalu berupaya saja menjadi yang orang baik.
Yang buruk dengan yang buruk
Nau’zdubillah. Semoga macam yang kedua ini tidak pernah terjadi. Jika terjadi, bagaimana kondisi kehidupan ini? Pasti kondisinya menjadi rusak dan gelap. Karena, jika satu keburukan dikumpulkan dengan keburukan yang lain lalu menyatu, akan menjadi keburukan yang besar dan kuat lalu menyebar luas. Semisal dalam satu keluarga, suami istri sama-sama buruk, lalu kedua orang tua ini mengkader anak-anaknya, cucu-cucunya, bahkan keturunannya menjadi buruk juga. Bayangkan apa yang akan terjadi dalam keluarga tersebut? Jika sampai ada banyak keluarga yang serperti itu? Tak kebayang bagaimana kondisi kehidupan ini. Na’udzubillah…
Tapi, jika kita mengingat hidayah, insyallah pasangan yang sama-sama buruk tidak akan memiliki keturunan yang buruk juga, sebagaimana kisah-kisah yang sering kita dengar (penulis lupa untuk menyebutkan, atau ingat tapi khawatir salah untuk menyebutkannya apalagi menceritakan. Tapi yang pasti ada). Semoga saja demikian yang terjadi jika memang ada pasangan yang sama-sama buruk. Amin…
Yang baik dengan yang buruk
Orang baik memdapatkan pasangan halal orang yang buruk. Atau, orang buruk mendapatkan pasangan halal orang yang baik. Untuk yang pertama pasti dianggap kerugian. Untuk yang kedua juga pasti dianggap keberuntungan.
Hemmm… Sulit memang jika apa-apa diukur dengan rugi dan untung. Sebenarnya dalam hal pasangan halal kaitannya dengan sabar dan syukur. Orang yang baik mendapatkan pasangan yang buruk adalah ujian yang harus dijalani dengan sabar. Sebaliknya, orang yang buruk mendapatkan pasangan yang baik merupakan anugerah yang harus disyukuri. Sebenarnya, mendapat pasangan yang baik merupakan -juga- ujian yang dapat membuat seseorang menjadi sombong. Semisal dengan cara membanding-bandingankan dengan orang lain seraya berkata, “Coba liat! Jauh lebih baik pasangan gue”.
Sesungguhnya, harus dipahami bahwa orang baik itu ada yang sejak awal memang baik dan ada orang yang memiliki potensi untuk menjadi baik. Hal inilah yang sering kali tidak dipahami ketika mendapatkan pasangan yang tidak baik. Terlalu mendambakan yang terbaik sehingga hati tertutup untuk melihat orang yang memiliki potensi baik.
Akibatnya, ketika tidak mendapatkan pasangan yang baik, merasa doanya tidak dikabulkan atau merasa Allah tidak adil dengan dalih, “Aku ini baik, kok bisa mendapatkan pasangan yang tidak baik”. Orang seperti inilah yang tidak baik, karena dalam dirinya masih ada kesombongan atau keangkuhan.
Mungkin orang yang baik ditakdirkan mendapatkan yang tidak baik karena Allah memiliki tujuan agar merubah menjadi baik, sebagaimana Allah mengutus Rasulullah di tengah-tengah orang Jahiliyah untuk merubah mereka. Artinya, orang baik tersebut adalah “Rasulullah” bagi pasangannya yang buruk, yang akan memberikan cahaya dan mengantarkan pada jalan Allah. Ungkapan lain, orang baik tersebut menjadi hidayah bagi pasangan yang buruk. Kalau dalam hadits terakhir menggunakan bahasa, berarti telah ditolong oleh Allah pada separuh agamanya. Barakallahulana… (Buku Peka Rasa)