Wednesday 11th September 2024,

Kronologis Penguasaan Lahan di Sumberkima yang Dipersoalkan Pemprov Bali

Kronologis Penguasaan Lahan di Sumberkima yang Dipersoalkan Pemprov Bali
Share it

ASWAJADEWATA.COM | BULELENG

Oleh: Abdul Karim Abraham

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali, telah mengeluarkan Surat Peringatan (SP) III kepada warga yang diklaim menempati lahan aset Pemprov Bali di Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Surat SP III tertanggal 6 Januari 2020 tersebut, didahului dengan SP I tertanggal 20 Desember 2019, dan SP II tertanggal 30 Desember 2019.

Kemudian, proses mediasi dilakukan pada tanggal 7 Januari 2020 di Kantor Satpol PP Kabupaten Buleleng dengan melibatkan warga dan beberapa unsure pemerintah. Karena tidak ada titik temu, warga diberikan dua pilihan. Pertama jika ingin tetap berada di lahan tersebut, warga harus mengajukan permohonan ijin sewa Tanah asset Pemprov Bali.

Kedua, jika menolak opsi pertama (untuk menyewa), Satpol PP akan melakukan pembongkaran terhadap bangunan, termasuk rumah warga yang berada diatas lahan yang diklaim milik Pemprov Bali. Untuk menentukan sikap, warga diberikan waktu sampai tanggal 23 Januari 2020.

Kenapa warga bersikukuh tetap bertahan di lahan tersebut? Dan bagaimana sejarah penguasaan lahan yang kini diklaim Pemprov Bali ini? Bapak Muzanni yang merupakan generasi ke 4 dari perabas lahan ini bercerita kepada saya pada Minggu (19/1). Kurang lebih, begini sejarah singkatnya;

Pertama kali, lahan tersebut dirabas oleh Bapak Sisam yang merupakan perantauan dari Pulau Raas Sumenep Madura pada tahun 1939. Pak Sisam tidak sendiri, dia mengajak anaknya yang masih muda bernama Rahawi (Kakek Pak Muzanni) untuk merabas lahan yang kala itu masih hutan belantara. Sejak awal, lahan tersebut digarap sebagai pertanian sekaligus sebagai tempat tinggal.

Bangunan Rumah, meski pada saat itu belum bangunan permanen, semakin bertambah setelah 7 orang anak dari Pak Rahawi ini menikah, dan menempati lahan tersebut baik sebagai tempat tinggal dan lahan garapan untuk pertanian.

Karena itu, pada tahun 1988 warga setempat mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan Singaraja. Namun, entah karena pertimbangan apa, permohonan tersebut terhenti.

Akhirnya, pada awal tahun 2000an, warga bersurat ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait lahan yang kemudian dianggap bermasalah tersebut. Sementara lahan lahan lainnya yang bersebelahan dengan lahan yang dipermasalahkan ini sudah bersertifikat Hak Milik.

Mendagripun merespon surat warga, dan pada intinya meminta kepada Pemprov Bali untuk mencari solusi dan memberikan haknya kepada Bapak Ahmaludin dkk (yang saat itu memohon).

Lama tidak ada tindak lanjut, pada tahun 2019 kemudian Pemprov mempermasalahkan dan meminta warga untuk mengakui aset Pemprov Bali dengan cara menyewa, dan atau mengosongkan lahan tersebut.

Padahal, jika dilihat dari kronologis penguasaan, lahan yang diklaim Pemprov seluas 1,4 Hektar ini merupakan murni hasil rabasan yang ditempati sebelum kemerdekan 1945. Bahkan, sampai saat ini warga yang menempati disana membayar SPPT.

Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana kronologis Pemprov Bali bisa menguasai dan mengklaim bahwa itu asetnya? Warga juga menanyakan bukti kepemilikan Pemprov Bali, yang menurut penuturan Bapak Muzanni tidak pernah ditunjukan dengan detail kepada masyarakat. Pernah saat pertemuan di Kantor Desa, pihak Pemprov menunjukan dokumen yang mirip sertifikat, namun warga tidak diberikan dokumen salinannya.

Bahkan jika merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua Puluh) tahun secara terus menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. Ini termuat dalam pasal 24 ayat 2.

Artinya, dengan aturan ini, warga setempat sudah berhak untuk mendapat pengakuan hak milik, karena secara fisik menguasai secara terus menerus, sekaligus turun temurun.

(Penulis adalah Ketua GP Ansor Kabupaten Buleleng)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »