Literasi Digital Alternatif Solusi Lawan Radikalisme

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: Fitriana Pusporini, S. Sy.

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman budaya, suku, bahasa, dan agama.

Dengan bangga, Indonesia juga salah satu negara di dunia yang menjadikan hari perayaan keagamaan bagi seluruh agama menjadi hari libur nasional, bahkan meski agama tersebut tergolong minoritas. Pun, masih banyak fakta baik lainnya dari keragaman di Indonesia yang dapat menjadi contoh bagi bangsa lain.

Namun sayangnya, keberagaman tersebut belum sepenuhnya dibarengi dengan sikap toleransi yang paripurna. Tentu kita masih mengingat tragedi berdarah di beberapa daerah di Indonesia. Seperti, konflik intoleran. kerusuhan Poso antara kelompok penganut agama Kristen dengan Islam. Juga ada konflik Sampit antara suku Dayak dengan warga migran Madura di Kota Sampit, Kalimantan Tengah.

Sartono Kartodirojo mengartikan radikalisme sebagai Gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan yang berkuasa (Kartodirjo, 1985:38).

Sesuai tugas dan fungsinya, Penyuluh Agama Islam memiliki otoritas untuk melaksanakan penyuluhan dan penyebarluasan informasi termasuk di dalamnya tentang toleransi. Salah satu giat Penyuluh Agama Islam dengan melaksanakan program-program moderasi beragama yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Baca: Bimas Islam Kemenag RI Ngaji Literasi Digital di Solo

Menurut Kusuma dan Azizah, term radikalisme saat ini sangatlah menjadi perhatian banyak orang, baik di kancah nasional maupun internasional. Hal ini terjadi disebabkan karena ketidakpuasan terhadap kondisi politik, sosial, ekonomi, dan agama (Kusuma & Azizah, 2018). Aksi radikalisme tidak hanya terjadi di dunia nyata, bahkan terjadi juga di dunia maya. Brauchler (dalam Kusuma & Azizah, 2018) menyebutkan bahwa teroris di dunia telah menggunakan internet sebagai salah satu alternatif mereka dalam membangun jaringan komunikasi guna menyebarkan informasi dan propaganda. Hal ini terjadi karena aktor radikalis tersebut menganggap internet sebagai wadah bagi mereka guna menyebarkan paham radikal sehingga orang terpapar dan berbuat radikal, juga yang tidak terbatas oleh jarak dan waktu serta mudah diakses oleh berbagai kalangan.

Lantas apa yang harus dilakukan jika menemui orang-orang yang berpikiran radikal? Dan bagaimana cara membentengi generasi muda agar terhindar dari paham radikal sehingga 10 tahun bahkan 20 tahun yang akan datang Indonesia tetap utuh di bawah naungan NKRI dan berpedoman Pancasila?

Penyuluh Agama Islam dalam kesehariannya telah berupaya dengan sungguh-sungguh melawan radikalisme melalui berbagai kegiatan. Di antaranya dengan mengadakan pengajian, mengisi majelis taklim, dan penyuluhan terhadap masyarakat melalui kajian keagamaan. Namun ternyata hal tersebut belumlah cukup, karena radikalisme tidak hanya eksis di dunia nyata saja. Radikalisme ternyata telah merajalela di dunia maya.

Menghadapi dinamika permasalahan tersebut, sesuai dengan konsep moderasi beragama, pemerintah melalui Kementerian Agama memunculkan konsep Literasi Digital bagi Penyuluh Agama Islam untuk melawan dan menangkal radikalisme.
Giat tersebut bertujuan untuk mengisi ruang-ruang informasi digital melalui konten-konten keagamaan yang dibuat oleh para Penyuluh Agama Islam sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Dengan banyaknya konten-konten positif bernafaskan Islam rahmatan lil’alamin yang menyejukkan, diharapkan netizen tidak melakukan pencarian informasi keagamaan di internet dari sumber-sumber informasi yang radikal dan tidak kompeten.
Dengan menghadirkan pembicara dari penulis-penulis handal, Penyuluh Agama Islam dilatih agar mampu menulis materi keagamaan yang dapat menjawab permasalahan publik yang mengemuka khususnya terkait moderasi beragama. Seperti, bagaimana memilih tema, bahasa tulisan, dan teknik kepenulisan yang menarik pembaca.

Menurut Brian (2015) dalam jurnal yang ditulis oleh Maulana (2015) dijelaskan beberapa manfaat literasi digital. Antara lain: menghemat waktu, belajar lebih cepat, selalu memperoleh informasi terkini, selalu terhubung dan mempengaruhi dunia.
Alhasil, harapannya Penyuluh Agama Islam dapat aktif dan produktif di dunia literasi digital. Sehingga para Penyuluh Agama Islam dapat memaksimalkan perannya dalam penyuluhan tidak terbatas hanya di luar jaringan (offline), tetapi juga di dalam jaringan (online).

Mari tanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air, toleransi dan kedepankan kasih sayang kepada sesama anak bangsa. Radikalisme merusak kesatuan bangsa, radikalisme musuh bersama.

(Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kecamatan Padamara Kabupaten Purbalingga)

diunggah oleh:

Picture of Dadie W Prasetyoadi

Dadie W Prasetyoadi

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »