ASWAJADEWATA.COM
Diceritakan bahwa tidak jarang sebagai komandan I Gusti Ngurah Rai terpaksa berkali kali diseberangkan (diantar) ke Pulau Jawa maupun dijemput di daerah tertentu di Jawa dengan menaiki perahu layar rakyat milik orang muslim Loloan Jembrana, agar tidak dicurigai dan diketahui oleh pihak musuh dan juga saat menyeberangkan senjata-senjata api milik TKR dan segala macam amunisinya dari Jawa lewat jalur rahasia oleh perahu layar milik orang-orang muslim Loloan Jembrana juga waktu itu.
Jembrana merupakan lokasi transit pasukan I Gusti Ngurah Rai dalam upaya mengelabui pihak musuh/ penjajah dalam rangka menyusun kekuatan tempur pasukan dengan melibatkan masyarakat muslim Jembrana.
Bukti sejarah misalnya di Desa Air Kuning Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana. Di situ ada sebuah masjid “Jamik” yang bersejarah bernama Masjid PAHLAWAN. Tentu hal ini jadi pertanyaan bagi generasi milenial sekarang ini yang ingin tahu sejarah kenapa masjid ini kemudian dinamai dengan masjid pahlawan? Jawabannya adalah karena masjid inilah sebagai saksi bisu yang tak terbantahkan betapa umat muslim Jembrana ketika itu mendukung sepenuhnya perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya dalam berjuang mempertahankan Kemerdekaan RI di Pulau Bali ini.
Di masa perjuangan revolusi fisik sekitar tahun 1945-1950 masjid ini dijadikan simbol perjuangan rakyat Bali, baik Hindu maupun Muslim dalam menghadapi kekejaman tentara penjajah (Belanda maupun Jepang). Di tempat ini juga sebagai tempat utama dalam menyusun strategi pertempuran dan tempat menyembunyikan senjata api yang dibawa oleh rombongan I Gusti Ngurah Rai dari Jawa sebagai alutsista mereka dalam pertahanan melawan serdadu Belanda khususnya.
Masjid Jami’ di desa ini pada waktu itu yang memiliki ukuran sederhana saja dan tidak begitu luas namun pada saat itu mampu menampung senjata kurang lebih 20 buah pucuk dalam berbagai kaliber yang ditempatkan di dalam Masjid. Senjata-senjata tersebut diletakan di sembarang tempat (di dalam area masjid). Beberapa senjata diletakan di lantai hanya di tutupi dengan kain, sebagian lagi diletakkan di langit-langit masjid karena pada saat itu dinding dan plafon masjid masih terbuat dari anyaman bambu (bedeg) sehingga mudah untuk di lobangi. Kemudian sebagian lagi diletakan di pojok masjid lalu di tutupi dengan kain. Adapun peti bahan peledak yang berisi seperti peluru, granat dan lainnya disembunyikan juga di dalam masjid tepatnya di bagian atap masjid.
Hal ini semua terjadi dikarenakan Kolonel I Gusti Ngurah Rai di samping memang dekat dengan masyarakat muslim di Jembrana juga karena anggota pasukannya tentu juga banyak yang berasal dari Pulau Jawa muslim. Maka pada saat itu para pejuang tersebut berinisiatif untuk menyembunyikan senjata-senjata mereka di dalam masjid dengan pertimbangan bahwa Pasukan serdadu Belanda tidak akan mungkin memasuki masjid untuk menggeledahnya. Sebab itu adalah tempat ibadah dan tak mungkin ada kecurigaan mereka jika sempat mengadakan patroli.
Namun, jika senjata senjata itu diletakan di dalam rumah penduduk tentu saja akan didapatkan oleh Pasukan Belanda, sebab para petugas patroli serdadu Belanda ketika itu sering kali menggeledah rumah-rumah penduduk tanpa diduga sebelumnya untuk mencari pasukan kita dan persenjataannya. Itulah sebabnya maka senjata-senjata itu terpaksa disembunyikan oleh para pasukan I Gusti Ngurah Rai di dalam masjid. Kemudian para pasukan itu pergi untuk bersembunyi di hutan-hutan sehingga serdadu Belanda sulit untuk menemukan mereka. Jadi waktu itu masjid tersebut terpaksa berfungsi ganda yaitu sebagai tempat ibadah sekaligus tempat penyimpanan senjata api milik pasukan TKR pimpinan I Gusti Ngurah Rai.
Dari aspek histori perjuangan pasukan TKR divisi Sunda Kecil pimpinan Kolonel I Gusti Ngurah Rai di Bali ini sangat erat hubungannya dengan Masjid yang terletak di Banjar Tengah Desa Air Kuning Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana Bali ini dan atas dasar kesepakatan bersama maka pada tahun 1973 bergantilah nama masjid “Jami” ini menjadi “Masjid Pahlawan” serta di resmikan pembangunannya secara simbolis oleh Bapak Presiden Soeharto pada tahun 1996 dan menetapkan masjid tersebut sebagai benda peninggalan bersejarah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
“Masjid Pahlawan” sebagai saksi bisu dan simbol utama betapa perjuangan dalam mempertankan kemeredekaan pasukan kita baik dari Muslim maupun Hindu menjadi satu dalam jiwa dan raga mereka. Waktu itu dan tidak lagi membedakan suku dan agama, mereka benar-benar seiring dan sejalan dalam mencari cara dan strategi apapun serta saling bantu-membantu dengan satu prinsif yaitu merdeka atau mati. Walaupun pada akhirnya mereka pun gugur bersama 96 jiwa anggota pasukan Ciung Wanara di Desa Marga Tabanan sebagai Pahlawan Kusuma Bangsa demi tegaknya NKRI yang kita nikmati sekarang hasilnya dari perjuangan berdarah dan pengorbanan tanpa batas mereka sampai ke titik darah penghabisan. Wallahua’lam Bis Shawab
Selamat Memperingati HUT RI ke 75 dengan ucapan Semoga Sekali Merdeka Tetap Merdeka, Sekali NKRI tetap NKRI, amin ….
Oleh: Drs. H. Bagenda Ali, M.M/Penulis Buku AWAL MULA MUSLIM DI BALI