Friday 13th December 2024,

Memahami Sifat Dasar Perempuan

Memahami Sifat Dasar Perempuan
Share it

ASWAJADEWATA.COM

Nabi Bersabda, “Saya lihat sebagian penghuni neraka adalah perempuan”. Para sahabat bertanya, “Karena apa ya Rasulullah”. “Karena kekufuran mereka”, jawab Nabi. Mereka kufur kepada Allah”, tanya para sahabat lagi. “Mereka kufur terhadap kebaikan dan jasa suami mereka. Kalau kalian bersikap baik kepada mereka dalam waktu yang lama, lalu mereka melihat satu kesalahan dari kalian, mereka berkata, “Aku sama sekali tak pernah melihat kebaikan darimu”.

Dalam buku Fikih Cinta Kasih, terjemahan dari kitab Akhlaq al-Usrah al-Muslimah Buhuts wa Fatawa karya Prof. Dr. Muhammad Sayyid Ahmad Almusayyar, beliau mengawali Hadits di atas dengan pernyataan, “Ada satu sifat yang terdapat pada hampir semua wanita, yaitu sering melupakan kebaikan suami. Begitu merasa disakiti suami, istri biasanya lupa dengan semua kebaikan, dan mengingkari segala jasa yang pernah diberikan suaminya.”

Hemmm… masa’ perempuan begitu, ya? Jika memang benar, kenapa perempuan memiliki sifat tersebut? Karena, di balik sifat tersebut ada sifat dasar dari perempuan, yaitu sifat ingin selalu dimanja, disayang, dan slelau bahagia. Sifat inilah yang menyebabkan perempuan memilki sifat lupa akan kebaikan suami. Jadi, sebenarnya sifat lupa yang seperti itu brdasarkan sifat yang ingin selalu bahagia. Sehingga, ketika dia tersakiti oleh suami, semuanya menjadi terlupakan.

Dengan demikian, tak perlu resah dan gelisah apalagi benci pada istri yang mengatakan buruk ketika suami memiliki kesalahan. Toh, nanti juga akan hilang sendiri dan terlupakan ucapan yang buruk itu seiring waktu yang berjalan dan usaha suami untuk memperbaiki kesalahan serta ditambah dengan nasihat. Nah, ketika perempuan kembali pada kondisi perasaan senang atau bahagia, dia akan ingat lagi kepada semua kebaikan yang pernah dilakukan suami. Insyaallah begitu.

Ketika seorang istri berlaku kasar atau buruk, sikapilah dengan kesabaran. Dalam Tafsir al-Mishbah, Pak Quraish Shihab mengutip perkataan Imam al-Ghazali terkait sikap suami pada istri. Imam al-Ghazali mengatakan, “ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik pada istri, bukanlah tidak mengganggunya atau menyakitinya, tetapi bersabar dalam gangguan atau kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf saat dia menumpahkan emosi dan kemarahannya”. Pernyataan ini menisyarahkan bahwa seorang perempuan lebih sering emosi dan marah dari pada laki-laki. Oleh karena itu, seorang laki-laki harus berantisipasi agar membentangkan dada untuk menerima kelakuan buruk perempuan.

Tentang sifat perempuan, Pak Quraish juga mengutip dari Prof. Reek, pakar psikologi Amerika, yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian tentang pria dan wanita menguraikan keistimewaan pria dan wanita dari kejiwaannya antara lain sebagai beriku:

  1. Lelaki biasanya merasa jemu untuk tinggal berlama-lama di samping kekasihnya. Berbeda dengan wanita yang merasa nikmat berada di sepanjang saat bersama kekasihnya.
  2. Pria senang tampil dalam wajah yang sama setiap hari. Berbeda dengan wanita yang setiap hari ingin bangkit dari pembaringannya dengan wajah yang baru. Itu sebabnya mode rambut dan pakaian wanita sering berubah, berbeda dengan lelaki.
  3. Sukses di mata pria adalah kedudukan social terhormat serta penghormatan dari lapisan masyarakat, sedangkan bagi wanita adalah menguasai jiwa raga kekasihnya dan memilikinya sepanjang hayat. Karena itu, pria –di saat tuannya- merasa sedih karena sumber kekuatan mereka telah tiada, yakni kemampuan untuk bekerja, sedang perempuan merasa senang dan rela karena kesenangannya adalah di rumah bersama suami dan anak cucu.
  4. Kalimat yang paling indah didengar oleh wanita dari pria, menurut Prof. Reek, adalah, “Kekasihku, sungguh aku cinta padamu,” sedang kalimat yang indah diucapkan oleh wanita kepada pria yang dicintainya adalah, “Aku bangga padamu”.

Secara umum, perbedaan sifat laki-laki dan perempuan tersebut, sifat perempuan memang lebih ingin selalu merasa bahagia atau kesenangan. Jadi, wajar ketika dia terlepas dari suasana kebagiaan sebentar saja, perasaannya menjadi gelap yang kemudian kebahagiaan yang dirasakan sebelumnya menjadi tertutup atau hilang terlupaka. Berarti, sifat lupa akan kebaikan suami bukan sifat dasar dan abadi seorang perempuan yang kemudian mau dianggap atau divonis sebagai sifat buruk perempuan.

Sikap kesal, marah dan benci merupakan sikap yang bersifat sementara, tak terkecuali sikap benci yang ditampakkan seorang istri. Tentang hal ini, ada yang berkata begini, “Ada kalanya tiba masa-masa sulit yang membuat hidup serasa penuh kepedihan dan keluh kesah. Namun, pada saatnya jua tibalah masa-masa kegembiraan; yang membuat hidup terasa ringan dan terang. Tanpa sadar bibir kita basah dengan senyuman. Sesungguhnya, kesedihan, kegembiraan, kekesalan, kekecewaan, keriangan dan emosi-emosi lainnya hanyalah sementara. Sebagaimana sesaatnya malam ditelan siang. Tak selamanya kesedihan dan kegembiraan melanda kita. Semua itu datang silih berganti, tanpa selalu dapat dinanti…

…Yang perlu kita pahami adalah kesementaraan ini. Kesemetaraan menunjukkan bahwa emosi-emosi itu bukanlah milik kita. Ia hanya sebuah tawaran dari alam yang menuntun tindakan dan sikap kita. Ia bukanlah kita. Saat gembira sadarilah kegembiraan itu. Saat sedih pahamilah kesedihan itu. Saat kita penuh dengan kesadaran akan emosi kita, saat itu kita bersentuhan dengan jiwa yang tenang milik kita.” Intinya, sadarilah! Maka tak akan larut dalam kesakitan.

So, hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil untuk menvonis sifat lupa sebagai sifat buruk seorang perempuan. Redaksi dalam hadits, “Aku sama sekali tak pernah melihat kebaikan darimu”, bukanlah ungkapan seorang perempuan untuk menafikan kebaikan suaminya yang pernah dia terima dan rasakan. Ungkapan tersebut hanyalah refleksi perasaan istri yang sedang tersakiti. Ketika perasaannya kembali stabil, pasti semua kebaikan yang pernah dilakukan suami untuknya akan kembali hadir terkenang. (Buku Peka Rasa)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »