ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: Dadie W. Prasetyoadi
Nafsu adalah binatang buas, dan hawa nafsu memutarbalikkan pikiran penguasa. Sekalipun mereka adalah manusia terbaik (Aristoteles)
“Nggak bahaya tah?”, ungkapan canda yang sering diucapkan dalam dialek Jawa Timuran ini belakangan jadi viral dan banyak dipakai oleh lintas kalangan. Makna literal kalimatnya adalah mempertanyakan sebuah keadaan apakah beresiko bagi konteks sebuah perbincangan atau aktifitas yang sedang dilakukan saat itu. Sedangkan secara umum, ungkapan ini juga bisa diartikan sebagai penegasan atas sesuatu hal yang sudah diketahui bersama tanpa perlu dijawab, biasanya tentang hal yang berpotensi menimbulkan kontroversi dan kegaduhan dalam konteks humor.
Namun dalam suasana serba politis nan sensitif seperti sekarang, candaan ini kadang menjadi kehilangan sisi humornya ketika dilontarkan pada saat yang kurang tepat. Dimana segala tindak tanduk serta ucapan para politisi kini sedang jadi perhatian publik secara intens.
Etika dalam dunia politik seperti yang dirumuskan Aristoteles dalam bukunya ‘Politika’ diantaranya adalah bertujuan untuk memajukan kelangsungan hidup bernegara dalam kebaikan, mencerdaskan masyarakat, dan mengusung nilai-nilai kebaikan serta keadilan. Begitu pula sebagai dasar negara, setiap sila pada Pancasila juga harus menjadi nilai kehidupan bernegara serta diimplementasikan dalam seluruh sendi kehidupan bermasyarakat termasuk politik. Salah satunya dengan saling menghormati dan tidak merugikan pihak lain agar selalu terjaganya hubungan harmonis antar kubu yang sedang berkontestasi. Ini relevan dengan sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia.
Setiap pegiat politik baik praktis maupun non praktis seharusnya memahami hal tersebut diatas sebagai benteng moral sebagai modal utama untuk terjun di dunia politik, sehingga nafsu dan ambisi kekuasaan berlebihan yang rentan menyertai usaha mereka bisa teredam dalam koridor kepatutan. Otomatis ini akan meminimalisir terlontarnya gimmick kontraproduktif dan menjadikan langkah strategi yang dilakukan terkesan lebih elegan dan berkelas.
Jika peranan Pancasila sebagai etika politik tersebut dapat direalisasikan dengan penuh kesadaran dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kontestasi pesta demokrasi yang sudah di depan mata akan dapat berjalan seperti yang diharapkan oleh segenap komponen bangsa. Lancar, damai, dan mencerahkan.