ASWAJADEWATA.COM |
Sedari dulu, berbeda pendapat dalam hal-hal yang bersifat furū`iyyah (fikih) itu lumrah dan biasa-biasa saja. Bagaimana para ulama tidak berbeda dalam persoalan furū`iyyah, sedang mereka sudah berbeda pandangan dalam persoalan uṣūl (maksudnya uṣūl fiqḥ bukan uṣūl dīn). Kata salah seorang guru saat diskusi Syarḥ Jam`ul Jawāmi`karya al-Maḥallī.
Soal dalil syar’ī misalnya, yang benar-benar disepakati oleh ulama hanya dua; al-Qur’an dan Sunnah. Selebihnya masih debatable. Sebagian perdebatannya tidak cukup kuat (al-khilāf fīhā ḍa`if) karena kubu yang tak sepakat hanya minoritas seperti Ijmā’ dan Qiyās. Sebagian besar perdebatannya cukup serius (al-khilāf fīhā qawī), misal; istihsān, maṣlaḥah mursalah, istiṣḥāb, `urf, syar’ man qablanā, mażhab saḥābī dan lain-lain.
Saya ingin sedikit mengulas tentang mazhab sahabi. Kiai Afifuddin Dimyati (Jombang) dalam bukunya Jadāwil Fuṣūl fī `Ilm al-Uṣūl menulis definisi mażhab saḥābī:
مذهب الصحابي مجموع الآراء الاجتهادية والفتاوى الفقهية الصادرة عن واحد من صحابة الرسول صلى الله عليه وسلم
“Mażhab saḥābī adalah kumpulan hasil ijtihad dan fatwa-fatwa fikih dari salah seorang sahabat Nabi SAW”
Teks di atas hendak mempertegas bahwa mażhab saḥābī adalah ijtihad pribadi seorang sahabat atas kasus-kasus fikih yang terjadi pada masa itu. Dengan kata lain, mażhab saḥābī bukan konsensus (ijmā’) sahabat dan bukan riwayat sahabat atas dawuh-dawuh Nabi.
Apakah mażhab saḥābī bisa dijadikan dalil? Sekurang-kurangnya ada dua kelompok yang bisa dijadikan pedoman untuk menjawab pertanyaan ini.
Pertama, mażhab saḥābī tidak bisa dijadikan dalil. Kelompok ini memandang mażhab saḥābī sebagai hasil ijtihad pribadi dari seorang yang tak maksum (bukan nabi) dan mungkin saja keliru. Pendapat pertama ini diwakili oleh kalangan Syāfi’iyah, Muktazilah dan Syī’ah.
Kedua, Ḥanafiyah, Mālikiyah dan Hanābilah mengatakan mażhab saḥābī bisa dijadikan dalil. Menurut kelompok kedua ini, pendapat yang lahir dari para sahabat lebih mendekati kebenaran. Pasalnya, mereka (para sahabat) sangat menguasai bahasa Arab dan tahu persis sebab turunnya ayat (asbāb nuzūl) dan asbāb wurūd dari sebuah hadis.
Bagaimana dengan mażhab kiai dalam konteks politik? Tanya salah seorang mahasiswa usai saya jelaskan mażhab saḥābī dan otoritasnya sebagai dalil syar’ī kepada mereka.
Jawabannya ditafṣīl. Wallahu A`lam.
Penulis: Wandi Isdianto