ASWAJADEWATA.COM |
Jin merupakan makhluk Allah yang diciptakan dari api yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan seperti halnya manusia. Penjelasan ini bisa kita temui dalam firman Allah yang berbuyi:
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖ اَفَتَتَّخِذُوْنَهٗ وَذُرِّيَّتَهٗٓ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِيْ وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظّٰلِمِيْنَ بَدَلًا
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim”. (QS al-Kahfi [18] : 50)
Allah juga menetapkan taklif terhadap jin dengan beberapa hukum syariat, seperti salat, puasa, dsb. Namun, bagaimana syarak memandang pernikahan jin dengan manusia? Ulama sangat keras menyikapi permasalahan pernikahan jin ini sekalipun adapula satu kelompok memperbolehkannya. Simak keterangan berikut ini,
Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dalam karyanya yang berjudul Luqthal marjan fî Ahkamil –marjan. Beliau mengutip pernyataan ulama Hanafiyah sebagaimana berikut:
وَقَالَ الشَيْخُ جَمَالُ الدِيْن السَجَسْتَانِي مِنْ اَئِمَّةِ الْحَنَفِيَّةِ فِيْ كِتَابِ (مَنِِيَّةُ الْمُفْتِي) عَازِيًا لَهُ اِلَى (الفَتْوَى السرجية ):لَا يَجُوْزُ المُنَاكَحَة بَيْنَ الْاِنْسِ وَاْلجِنِّ لِاخْتِلَافِ اْلجِنْسِ
“Syekh Jamaluddin as-Sajastani dari kalangan ulama Hanafiyah dalam kitab Maniyyatul–Mufti berkata, ‘Tidak boleh perkawinan antara manusia dengan jin. Dikarenakan berbeda jenis’.”
Syekh Jamaluddin al-Asnawi menyebutkan bahwa Qadi Syarafuddin al-Barizi pernah ditanya tentang orang yang hendak menikahi perempuan dari bangsa jin, apakah hal ini diperbolehkan atau tidak? Al-Barizi menjawab, tidak boleh mengawini perempuan dari jin dikarenakan memahami ayat;
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” ( QS an-Nahl 72)
Serta ayat berikut;
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS ar-Rum 21)
Penjelasan di atas dikuatkan oleh hadis Nabi Muhammad berbunyi :
نَهَى نَبِي مُحَمَّد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِكَاحِ اْلجِنِّ
“Nabi Muhammad ﷺ melarang menikahi jin”
Dalam kitab I’anatul thalibin juz 3 (328) perihal penjelasan nabi terhadap larangan menikahi jin bukanlah larangan berupa keharaman seperti halnya nash sharih dalam al-Qur’an yakni, ibu kandung dan saudara. Akan tetapi berupa kemakruhan. Oleh sebab itu, Imam Qamuli dalam hal ini memperbolehkan manusia menikahi jin, yang mana pendapat ini dipengang oleh Imam Ramli. Wallahu a’lam
Oleh: Nur Cholis Majid | Annajahsidogiri.id