ASWAJADEWATA.COM |
Oleh : Muhammad Ihyaul Fikro
Virus corona kini semakin mengganas, berbagai varian baru virus corona sudah masuk di Indonesia. Berbagai cara sudah diupayakan oleh pemerintah guna memutus rantai penyebaran virus corona di Indonesia, mulai dari lockdown, new normal, PPKM mikro, PSBB mikro, dan lain sebagainya.
Tepat pada tanggal 1 juli presiden Joko Widodo memutuskan untuk diberlakukannya program pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat covid-19, hal ini karena kasus pasien covid-19 di Indonesia semakin melonjak dan agar penyebaran virus ini semakin menurun. Sehingga muncul sebuah pertanyaan bagaimana fiqh siyasah menilik kebijakan presiden mengenai pemberlakuan PPKM darurat?
Negara sebenarnya merupakan konstruksi yang diciptakan oleh umat manusia (human creation) tentang pola hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu. Maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara politik, dan disebut body politic atau negara (state) sebagai a society polically organized.
Tujuan pendirian negara tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai oleh umat Islam, yaitu memperoleh kehidupan di dunia dan keselamatan di akhirat. Karena tujuan ini tidak mungkin dicapai hanya secara pribadi saja, maka Islam menekankan pentingnya pendirian negara sebagai sarana untuk memperoleh tujuan tersebut. Tujuan negara dalam Islam bukan hanya untuk duniawi semata, melainkan juga untuk hal-hal yang bersifat ukhrawi. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan.
Di setiap negara pasti ada seorang pemimpin dengan berbagi konsep kepemimpinan yang berbeda-beda. Kepemimpinan adalah suatu proses yang kompleks di mana seseorang mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas, atau suatu sasaran, dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih kohesif dan lebih masuk akal. Seseorang menjalani proses ini dengan mempergunakan atribut kepemimpinan (kepercayaan, nilai-nilai, etika, sifat, pengetahuan, dan keterampilan).
Dalam fiqh siyasah, seorang pemimpin memiliki dua tugas pokok yang harus dilaksanakan. Sebagaimana yang dikatakan Imam al-Mawardi dalam kitab ahkam al-shulthoniyyah, bahwa dua tugas itu adalah menjaga agama (hirasatu al-diin) dan mensiasati kehidupan di dunia (siyasah al-dunya).
Dalam hal ini, mau tidak mau setiap keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin haruslah mendatangkan maslahat kepada rakyatnya.
Perihal keputusan pemerintah tentang program pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat covid-19, ketika kita teliti dari aspek fiqh siyasah bahwasanya keputusan tersebut sudah memenuhi tugas pokok seorang pemimpin sebagaimana di atas. Adanya program ini karena memiliki sebuah tujuan yaitu keinginan pemerintah menyelamatkan rakyatnya dari ancaman wabah virus corona. Yang mana tujuan ini sudah masuk pada tugas pokok seorang pemimpin yaitu siyasah al-dunya.
Di sisi lain, keputusan ini menurut syariat sudah dianggap benar karena keputusan tersebut sesuai dengan kaidah fikih:
الدفع اولى من الرفع
اَلْدَّفْعُ اَوْل
“Mencegah lebih utama dari pada menghilangkan.”
Kaidah di atas memberi pemahaman kepada kita semua bahwasanya pemberlakuan PPKM darurat lebih utama dari pada kita berusaha untuk memusnahkan virus corona tersebut.
Karena, ketika nalar kita menggunakan rasio bahwa dengan kita bertahan, maka virus perlahan akan menghilang.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwasanya keputusan pemerintah tentang pemberlakuan PPKM darurat dapat kita benarkan berdasarkan alasan yang telah dipaparkan. Dan kita sebagai rakyat yang baik seyogyanya mengikuti aturan pemerintah selama itu membawa maslahat kepada kita semua.
Selain itu, tugas kita selanjutnya meningkatkan ikhtiar dan memohon doa kepada Allah. Karena setiap ujian pasti akan ada hikmah yang bisa kita ambil.