ASWAJADEWATA.COM
Prasangka merupakan sikap hati dan pikiran untuk menilai baik dan buruknya setiap sesuatu yang muncul dalam kehidupan. Prasangka sebagai penentu dalam langkah-langkah dan kondisi kehidupan anak manusia. Kedamaian, ketenangan, kebahagiaan dan kesuksesan hidup bergantung pada prasangka. Begitu juga, keresahan, kegelisahan, ketersiksaan, dan kegagalan hidup diakibatkan oleh prasangka.
Ada sekian macam kasus kehidupan yang muncul karena prasangka. Semisal, orang yang pesimis karena dia melaknat dirinya dengan prasangka yang buruk. Dia menduga langkah-langkah hidupnya ke depan tidak memiliki arah yang menuju pada kesuksesan. Meskipun ada harapan, harapan tersebut dikalahkan oleh besar dan kuatnya prasangka yang buruk. Karena memang dia memupuk prasangka buruknya dengan selalu menduga bahwa nasibnya buruk.
Begitu juga, orang yang bernasib tidak baik, besar kemungkinan karena dia selalu berburuk sangka pada masa depannya. Ketika seseorang telah berprasangka pada nasibnya, akibatnya dia tidak memiliki semangat yang tinggi untuk menjalani kehidupan. Bagaimana bisa memiliki semangat yang tinggi, jika di saat dia memiliki suatu rencana, dia terebih dahulu menduga rencana yang akan dilakukan akan gagal.
Orang yang putus asa, karena dia telah mengutuk dirinya dengan prasangka yang buruk. Dia berperasangka bahwa apa yang dia harapkan tidak akan terwujud, atau dia tidak lagi memiliki harapan dalam hidupnya. Sesungguhnya orang yang putus asa atau kecewa, karena dia terlalu membayangkan hasil dari apa yang diinginkan. Sementara usaha untuk mewujudkan keinginannya diabaikan begitu saja. Jadi, agar tidak terjebak pada keputus asaan, coba bayangan tentang hasil dari apa yang diinginkan jangan sampai menjadi angan-angan hingga melamun setiap hari.
Sama juga orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, kadang juga disebabkan oleh rasa berburuk sangka. Orang yang meminta maaf diduga hanya sekedar ucapan saja, sementara hatinya masih ada niat untuk melakukan kesalahan lagi menurut dirinya. Atau, hati orang yang tak mau memaafkan karena ditutupi oleh kebiasaan berburuk sangka pada siapapun atau apapun, sehingga hatinya sangat sulit terbuka untuk memaafkan orang lain.
Trauma juga, orang yang memiliki penyakit trauma karena dalam pikirannya ditutupi oleh prasangka buruk yang telah terjadi. Semua apa yang akan terjadi disamakan dengan apa yang sudah terjadi. Akibatnya, pikirannya selalu dihantui oleh masa lalu buruknya ketika ada sesautu yang akan terjadi. Dalam pikirannya, seolah yang sudah terjadi akan terulang kembali.
Kadang kita mengejar sesuatu dengan sangat cepat karena kita takut sesuatu itu akan lambat atau gagal diraih. Sehingga emosi kita menjadi naik. Tentu, ini disebabkan oleh prasangka kita yang membisiki kita agar segera melangkah dengan cepat alias keburu-buru. Apalagi ketika perasangka kita didorong oleh ambisi. Tidak jarang orang menyalahkan bahkan menyakiti orang lain ketika apa yang diusahakan gagal, karena beranggapan orang lain itulah yang menjadi penghalang usahanya.
Kebencian, kesalahpahaman, ketidaktenangan, bahkan kehancuran hidup lebih sering disebabkan oleh berburuk sangka. Dengan dmeikian, maka perprasangka baik adalah pelarian hati yang tepat, ketika apa yang direncanakan atau yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, agar hati tetap tenang, damai dan menemukan cahaya Ilahi.
Prasangka yang baik atau buruk sangat bergantung pada keimanan seseorang pada Allah. Ketika iman seseorang dalam dan kuat, maka prasangka orang tersebut akan selalu baik. Sebaliknya, jika imannya lemah maka prasangkanya gampang buruk. Nah, bagaimana menjadikan iman kita dalam dan kuat agar prasangka selalu baik, maka dzikir mengingat Allah adalah solusinya.
Untuk merasakan apakah dengan dzikir pada Allah akan membuat prasangka kita akan senantiasa baik, maka ketika kita gelisah, susah dan melarat, pokoknya kita benar-benar jatuh nestapa, coba saja kita tarik nafas lalu lafadzkan dzikir kepada Allah dari hati yang dalam dengan penuh kepasrahan. Pasti, terasa sekali energi positif ketika menyerahkan semuanya kepada Allah dengan dasar prasangka baik.
Jika apa yang kita usahakan diukur dengan kekuatan kita, maka sering kali terasa sulit bahkan mustahil. Tapi, jika kita ukur dengan kekuasaan Allah, maka sangatlah gampang. Jadi, setiap kita berusaha padukan antara ikhtiyar dan tawakkal lalu dibingkai dengan selalu berprsangka baik meski kita gagal. (Gus Tama)