ASWAJADEWATA.COM | Seperti kegundahan hati Peter Parker ketika mendapati bahwa dirinya terpilih oleh Tony Stark (Iron Man) yang telah gugur untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan Avenger, sebagai penjaga keamanan dan keselamatan penduduk bumi dalam film sequel Spiderman: “Far From Home” produksi Marvel yang rilis 2 Juli 2019 lalu di seluruh dunia, begitu pula kira-kira gambaran generasi muda Indonesia saat ini.
Di tengah-tengah masa pendewasaan diri serta segala permasalahan yang harus dilalui dengan segala dinamikanya, kaum muda bangsa ini sudah harus mendapati bahwa beban cukup berat telah ada di pundak mereka untuk membawa negara ini semakin maju dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kenyataan ini bukanlah hal enteng yang seketika dapat diterima oleh mereka. Selain kematangan psikologi dan kepercayaan diri yang belum sepenuhnya terbentuk sempurna, ditambah kurangnya pengalaman dalam setiap kondisi yang harus dilakoni dengan resiko besar, mereka juga masih memendam angan dan keinginan yang ingin dicapai sesuai cita-cita semasa kecil, entah untuk pribadi atau kelompok.
Namun seperti diketahui bahwa setiap zaman memiliki generasi dengan permasalahannya sendiri dan akan terus silih berganti sepanjang usia dunia hingga Tuhan memutuskan untuk mengakhirinya, maka ketidaksiapan itu tak memiliki tempat jika dihadapkan dengan sang waktu. Mau tidak mau, suka tidak suka, tanggung jawab untuk menjalankan roda kehidupan akan selalu datang menghampiri.
Pada titik ini tidaklah begitu penting seberapa cukup bekal mereka, dan seberapa jauh akan mampu mereka jalani, melainkan adalah seberapa kuat kesadaran serta gairah dan motivasi yang mereka punya, untuk memperjuangkan amanah para pendahulu bangsa yang dengan pertaruhan segala miliknya hingga nyawa hilang tak tergantikan, demi mewariskan kemewahan martabat dan harga diri untuk mereka sebagai sebuah bangsa merdeka yang berdaulat atas nasibnya sendiri, tanpa campur tangan bangsa lain.
Memang tidak pula dapat dikatakan bijaksana jika amunisi yang mereka butuhkan dalam perjuangan menghadapi kerasnya perubahan zaman dengan segala tipu daya dunia ini sama sekali tidak mereka miliki. Lalu bagaimana caranya? Ternyata disinilah peran generasi sebelumnya sangat penting untuk diperhatikan.
Era keterbukaan informasi saat ini memungkinkan setiap individu melakukan pembelajaran dengan singkat, dengan bantuan kemajuan teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligent) yang seakan dapat menggantikan proses belajar konvensional di lembaga pendidikan. Hanya saja perlu diingat bahwa semua teknologi ini harus dibarengi kecerdasan emosional dan spiritual yang hanya ada pada setiap manusia dan tidak bisa didapati dalam kemajuan teknologi, jika tidak ingin terjebak dalam situasi seperti kata pepatah “Senjata makan tuan”.
Bagaimana cara mempertajam naluri dan intuisi seseorang untuk menyikapi situasi dan kondisi sosial adalah dengan mengasah sisi emosional serta spiritualnya agar senantiasa seimbang. Orangtua sebagai generasi pendahulu terdekat mereka punya peran teramat penting dalam membangun kemampuan ini, dimulai sejak mereka lahir hingga mereka siap terjun berinteraksi secara mandiri dalam lingkungan sosial untuk menentukan arah hidupnya. Berikutnya yang tidak kalah penting setelah orang tua adalah peran guru (pendidik formal), dimana karakter seseorang lebih banyak terbangun melalui proses interaksi akademiknya dalam lingkungan lembaga pendidikan formal termasuk keterlibatan komponen lain seperti teman dan lingkungan sekolah. Semakin baik harmoni yang terbangun diantara komponen-komponen ini, maka akan semakin baik kualitas generasi penerus ini dalam mengemban amanah yang dipanggulnya. Tidak masalah seberapa cepat laju kemajuan zaman yang akan dihadapi, naluri dan intuisi ini akan membimbing mereka melewatinya dibantu teknologi sebagai senjata yang otomatis akan menjadi aman untuk digunakan.
Kolaborasi yang diikuti transformasi antar generasi inilah kunci yang menentukan bagi keberhasilan sebuah masyarakat untuk menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh dunia.
Kembali ke Spiderman, film ini mencerminkan transformasi budaya pop antar generasi itu dengan segala penyesuaian zaman. Dulu penggemarnya hanya dapat menikmati aksinya melalui komik dengan segala keterbatasan yang ada, butuh kreativitas imajinasi bagi seseorang untuk membuatnya hidup dalam benak pembacanya. Perkembangan teknologi saat ini membuat semua yang ada dalam komik terlihat begitu ‘real’ saat kita saksikan di bioskop. Sebuah film yang sangat layak ditonton dengan alur cerita menarik dan sangat menginspirasi.
(dad)