ASWAJADEWATA.COM- Sudah sekian lama Hikam menunggu panggilan kerja dari kantor di daerahnya. Sesungguhnya dia sudah tidak sabar menunggu waktu panggilan yang begitu lama. Selain dia butuh biaya hidup sehari-hari, dia harus menanggung biaya pengobatan orang tuanya. Hikam hanya bisa pasrah serta yakin akan mendapatkan pekerjaan yang baik dan hasilnya tentu halal.
Padahal teman-teman seangkatannya sudah menemukan pekerjaan tetap dan hasilnya cukup besar. Hikam menjadi merasa sangat tertekan ketika teman-temannya bertanya tentang pekerjaan dirinya. Namun, Hikam tetap berusaha mencari penghasilan meski dari hasil kerja tukang jual sayur di depan rumahnya.
Sementara Jalu yang memang orangnya tidak sabar menunggu panggilan kerja dari kantor institusi juga, serta juga merasa gengsi jika hingga saat ini masih belum mendapatkan pekerjaan, lebih-lebih ketika teman-temannya bertanya tentang pekerjaannya, apalagi ada salah satu temannya yang selalu mengolok-ngolok dirinya yang belum bekerja. Demi mendapatkan kerjaan segera, Jalu menggunakan cara main belakang. Dia membayar beberapa orang yang bisa melancarkan proses panggilan kerjanya dan dia pun dipanggil juga untuk bekerja.
Jalu sudah mendapatkan kerjaanya tersebut. Sementara Hikam masih pasrah dengan cara bekerja apa adanya dan hasil sekedarnya. Menurutnya yang penting cukup untuk kehidupan dirinya dan keluarganya. Dalam hati Hikam, selama dia menunggu panggilan kerja yang tak kunjung datang, dia yakin akan mendapatkan kerjaan yang lebih baik dan hasilnya akan lebih dari cukup. Hanya tinggal menunggu waktu saja, menurutnya.
Hampir tiga tahun, ternyata benar, kesabaran selama dia menunggu panggilan kerja dengan disertai pasrah dan keyakinan yang dalam, Hikam mendapatkan pekerjaan dari teman lamanya yang sudah menjadi bos besar di perusahaannya sendiri. Hikam diangkat menjadi direktur utama di perusahaan temannya tersebut.
Meraih hikmah
Cerita tentang Hikam memang bukan kisah nyata, tapi makna yang terkandung di dalamnya sering kali menjadi kenyataan bagi kita semua. Terkadang kita tidak sabar untuk mendapatkan hasil dari apa yang kita usahakan, sehingga kita tak mau merasakan sedikit sakit yang sebenarnya itu akan membawa hikmah. Menunggu sesuatu yang diharapkan memang sering kali membuat kita terburu-buru, apalagi ada sesuatu yang mendesak diri kita.
Apa yang didapatkan oleh Hikam tersebut sebenarnya bukan pekerjaan, tapi hikmah yang dia dapatkan selama dia menunggu dengan sabar dan pasrah, seiring juga dengan tanpa melakukan sesuatu yang bisa merusak kesucian hikmah yang dia dapatkan. Meski dia sebenarnya juga terdesak oleh kebutuhan sehari-hari dan menahan gunjingan orang lain dengan kesabarannya.
Satu hal penting yang membuat Hikam meraih hikmah selama dia menunggu, yaitu ikhlas menerima kenyataan yang pahit dan sakit. Hikmah itu dirasakan bagi orang yang mau menerima dengan lapang dada akan apa yang terjadi. Bagi orang yang tak menemukan dan merasakan hikmah dari apa yang terjadi, berarti hatinya belum menerima dengan ikhlas akan semua apa yang terjadi.
Sekali lagi, hikmah itu akan muncul di saat kita bisa menerima apa yang telah terjadi. Atau, sebenarnya sudah ada hikmah dari apa yang terjadi, hanya saja hati kita tidak peka untuk merasakan atau buta untuk melihat hikmah yang sudah tampak. Banyak orang tidak percaya pada hikmah yang tampak dan dirasakan di balik suatu peristiwa yang terjadi hanya karena hatinya tertutup oleh ketidakikhlasannya menerima kenyataan yang pahit.
Jika sangat sulit untuk menemukan hikmahnya, caranya kita harus memaksakan diri kita untuk merenungkan apa yang sudah terjadi. Jika itu masalah atau musibah yang datang dari orang lain, kita ingat-ingat dan renungkan mungkin ada yang salah dari kita. Mencoba cari sebabnya kenapa terjadi. Jadi, orang yang sulit menemukan hikmah dari apa yang terjadi, karena dia selalu menganggap dirinya benar dan terus menyalahkan orang lain.
Untuk merasakan hikmah, coba kita bandingkan apa yang sudah terjadi dengan apa yang sebelum terjadi. atau, dengan cara mengandai-ngandai, “mungkin kalo hal itu tak terjadi, apa yang ada sekarang tidak terjadi”.
Nah, kenapa dalam al-quran banyak ungkapan “maka renungkanlah”, “apa engkau tidak berpikir”, “maka ambil ibrah atau pelajaran”. Pasti, ketika Alquran menceritakan suatu peristiwa, diakhiri dengan ungkapan demikian. Semua ungkapan tersebut jelas sebagai bukti, bahwa kita harus merenungkan setelah terjadi suatu peristiwa, bukan malah sibuk menyalahkan orang lain.
Yang dimaksud bermuhasabah atau evaluasi diri itu bukan mencari atau mengingat hal-hal yang baik, tapi lebih mencari keburukan bahkan meski kita tak melakukannya. Mungkin saja di balik kebaikan yang kita lakukan ada cacat atau keburukan yang terselip. Tujuan muhasabah juga bukan mengunmpulkan kebaikan kemudian dengan jumlah yang hasilnya membuat kita merasa baik atau lebih baik dari orang lain.