Wednesday 04th December 2024,

Tiga Kunci Menjadi Alumni Pesantren Sukses di Masyarakat

Tiga Kunci Menjadi Alumni Pesantren Sukses di Masyarakat
Share it

ASWAJADEWATA.COM

Alumni pesantren adalan istilah yang disandangkan kepada seseorang yang pernah atau lama belajar di pesantren, atau pengertian gampangnya adalah santri yang sudah keluar dari pesantren. Santri yang sudah keluar dari pesantren memiliki alasan masing-masing. Ada yang keluar dari pesantren untuk melanjutkan pendidikannya ke lembaga pendidikan lain. Ada yang karluar dari pesantren karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi di pesantren. Ada yang keluar memang karena sudah dirasa selasai semua jenjang pendiidkan di pesantren. Ada yang keluar karena tuntutan harus pulang karena dibutuhkan di masyarakat.

Dari sekian alasan tersebut, ada dua alasan terakhir yang perlu dibahas lebih dalam. Santri yang keluar untuk melanjutkan ke pendidikan lain atau karena tidak ada biaya, mungkin tidak terlalu singnifikan dibahas. Karena dalam hal yang akan dibahas tentang alumni pesantren yang akan hidup di tengah-tengah masyarakat. Santri yang berhenti karena sudah selesai semua jenjang pendidikan di pesantren atau karena dibutuhkan di masyarakat, ketika menjadi alumni dan ingin bermasyarakat rawan mengalami kegagalan yang membuat dirinya terpuruk.

Biasanya, alumni pesantren yang sudah menyelesaikan semua jenjang pendidikan di pesantren, merasa dirinya telah memiliki bekal yang cukup atau merasa sudah pantas bermasyarakat, sehingga kadang tanpa ada banyak pertimbangan ketika ingin maju tampil di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, ketika dia tampil di tengah masyarakat, dia menagalami kesulitan yang amat parah atau sesuatu yang bisa merusak nama baiknya bahkan bisa mencoreng nama baik pesantrennya.

Semisal, setelah beberapa hari menjadi alumni, dia ingin mencalonkan sebagai kepala desa, atau caleg, atau tokoh masyarakat. Dengan bekal yang sudah diperoleh di pesantren, dia merasa pantas dengan percaya diri untuk tampil maju. Akhirnya, sesuatu terjadi di luar rencana, dia tidak terpilih menjadi kepala desa atau caleg. Seiring kegagalan itu, dia pun mendapat berbagai ocehan dari masyarakat.

Begitu juga menjadi tokoh masyarakat, ketika dia tampil karena merasa layak dengan ilmu yang dia miliki, dia membangun lembaga pendidikan atau menjadi penceramah di mana-mana, ternyata tindakan dan isi ceramahnya tidak cocok dengan konidisi dan karakter masyarakat. Akibatnya, keberadaan lembaganya tidak didukung oleh masyarakat, dan isi ceramahnya tidak didengarkan dan diikuti, bahkan keberadaan dirinya bagaikan sesuatu yang ada namun tidak dianggap ada.

Kenapa hal-hal seperti di atas bisa terjadi? Padahal jika dilihat dari kemampuan dan keilmuannya sudah dianggap bisa. Jawabannya, untuk tampil dimasyarakat tidak hanya kemampuan dan keilmuan saja yang dibutuhkan. Ada hal lain yang jauh lebih penting dan utama yang harus dijadikan pedoman dan diperhatikan. Pedoman uatamanya adalah sambungan batin pada guru-guru di pesantren. Sesuatu yang harus diperhatikan adalah harus bisa membedakan antara niat mulia dan ambisi.

Menjadi kepala desa atau caleg yang tujuannya untuk mengabdi pada Negara dan masyarakat memang mulia, apalagi menjadi tokoh masyarakat yang akan membimbing mereka ke jalan yang baik. Semua itu memang sangat baik. Dalam bermasyarakat itu yang utama dan pertama kita lakukan adalah melebur terlebih dahulu dengan mereka, guna mencari kecocokan diri pada mereka. Sebesar apapun dan sealim siapapun, jika tidak cocok kepada msayarakat, maka kemampuan dan kealiman itu tidak akan berguna sama sekali. Sebaliknya, meskipun kemampuan dan keilmuannya hanya sekedar, tapi cocok dengan masyarakat, sungguh itu sangat baik dan mulia.

Untuk bisa menjadi seseorang yang cocok untuk masyarakat, tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, harus melalui proses yang cukup lama. Berbeda dengan alumni yang memang dibutuhkan langsung di masyarakat. Semisal di rumahnya memiliki lembaga pendidikan atau pesantren, yang menjadi pimpinannya atau pengasuhnya sudah tidak ada dan tidak ada lagi penggantinya kecuali dia. Itu tidak menjadi masalah, asal dia tidak berambisi dan tetap ada sambungan batin dengan para gurunya di pesantren.

Konsep konkritnya, menjadi alumni pesantren yang bisa diterima dan cocok di masyarakat mencakup tiga hal:

Pertama, harus melalui beberapa proses yang cukup lama. Idealnya tiga tahun. Satu tahun untuk melebur dengan masyarakat. Tahun kedua untuk memahami kondisi dan karakter masyarakat. Tahun ketiga, menentukan target dan mengatur strategi yang jitu untuk tampil di masyarakat.

Kedua, tidak boleh ada ambisi. Hal ini sangat penting untuk dihindari, bahkan harus dihilang ketika hendak bertindak maju di masyarakat. Sesuatu yang dilakukan dengan semangat ambisi, hasilnya akan sia-sia bahkan bisa menjadi malapetaka.

Ketiga, harus selalu menjaga keistiqahaman sambungan batin. Dalam hal ini bisa dilakukan dengan banyak tawassul dan doa untuk guru-guru kita. Jika bisa sambungan tali silaturrahim juga dilakukan dalam waktu tertentu, guna lebih menguatkan sambungan batin kepada guru-guru di pesantren.

Ketiga hal di atas sangat penting untuk dilakukan ketika kita menjadi alumni pesantren. Jangan mengandalkan kemampuan dan keilmuan kita ketika ada di masyarakat, jika ingin bisa diterima oleh masyarakat. Sebaliknya, jangan pernah kecil hati bagi kita yang tidak memiliki kemampuan dan keilmuan yang menurut kita tidak mumpuni ketika masyarakat mempercayai kita untuk maju tampil di tengah-tengah mereka, jika kita tetap istiqamah menjaga tiga hal di atas. (Gus Tama)

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »