ASWAJADEWATA.COM |
Beberapa waktu lalu, teman dari PCINU Yaman menghubungi. Dia kirim beberapa pesan sekaligus dan voice notes di WA. Saya buka satu persatu, memastikan ada yang perlu saya respon segera. Ia menulis pesan: ‘mas mohon bantuan’.
Ketika itu saya sedang menyelesaikan beberapa tugas. Segera saya hentikan, dan atur ritme agar bisa merespon pesan dengan baik. Ia mengabari bahwa ada 15 orang mahasiswa/santri Indonesia dari Yaman mau balik ke Indonesia. Tapi, terkatung-katung di bandara di Sana’a.
Maskapai penerbangan yang sedianya mengangkut rombongan santri itu, membatalkan dua kali. Entah karena alasan apa. Situasinya memang darurat, karena Covid dan kondisi pandemi. Ditambah situasi politik-ekonomi Yaman yang belum stabil, that’s not easy situation to dealing with.
Koordinasi dengan kedutaan di Yaman tidak memungkinkan. Karena setelah dibom pada 2019 lalu, kedutaan Indonesia di Sana’a pindah ke Moscat, Oman.
“Mohon bantuan mas, kami mau balik ke Indonesia, udah dua kali penerbangan dicancel. Kami udah keluar uang banyak untuk tiket. Sekarang situasinya belum jelas kapan berangkat. Terlebih kami akan transit di Cairo, dan belum ada visa kunjungan/transit.” Ia mengabarkan.
Saya sampaikan, ‘tenang dulu mas, saya coba bantu kontak teman-teman Mesir. Beri waktu 15 menit ya.’ Saya ingin memastikan dia tenang, bisa menghandel situasi sekaligus menenangkan kawan-kawan lain yang terkatung-katung di Bandara.
Sejurus kemudian, saya kontak teman-teman Mesir untuk mencari solusi bersama. Saya kontak Mas Rikza/Ketua PCINU Mesir, Mas Fauzi Lazisnu-NUCare Mesir dan Yai Mukhlason/Rais Syuriah PCINU Mesir.
Saya juga kontak Mas Muhammad Nora Burhanuddin backup komunikasi dengan teman-teman Mesir, karena beliau sebelumnya menjadi Ketua PCINU di negeri itu. Saya sampaikan situasinya darurat, dan butuh respon segera.
Sembari koordinasi dengan kawan-kawan Mesir, saya juga berupaya kontak dengan teman-teman di jaringan KBRI yang bisa mensupport situasi ini. Lapis-lapis komunikasi begini menjadi urgent di tengah situasi darurat untuk membantu kawan yang butuh penanganan segera.
Selain itu, langsung kepikiran worst case scenario. Jika terlalu lama tidak dapat kepastian penerbangan, tentu butuh suplai makan yang memadai. Uang saku berapapun akan ludes jika menghadapi situasi tidak jelas. Menghadapi ini, rencana utk menghimpun iuran dengan teman2 di UK-Eropa terbayang di depan mata.
Saya sampaikan ke teman-teman PCINU Mesir, mohon bantu untuk handle di lapangan, setidaknya backup di bandara Cairo, jika teman-teman Yaman membutuhkan bantuan. Kami siap suplai bantuan jika diperlukan.
Beruntung, Kiai Mukhlason sigap untuk koordinasi. “Saya akan koordinasi dengan KBRI Mesir, untuk backup keimigrasian di Bandara. Juga, nnti akan kami bantu urus tiket dari Cairo ke Indonesia,” begitu Kiai Mukhlason merespon.
“Nggih, matur nuwun Kiai, mohon kami diupdate perkembangan nggih” saya sampaikan begitu.
Sedikit lega, bisa bernafas. Saya sampaikan ke teman-teman di Sana’a terkait kondisi di Cairo, sembari mengabarkan untuk tetap tenang dan saling menenagkan. Teman dari Yaman sudah mulai tenang suaranya ketika berkomunikasi. Beda jauh dengan sebelumnya yang gugup dan agak terbata-bata.
Alhamdulillah, sehari kemudian saya mendapat kabar teman-teman Yaman sudah sampai di Cairo dan langsung mendapat tiket ke Qatar-Jakarta. Perasaan lega, ikut bersyukur rombongan santri 15 orang dari Yaman bisa kembali ke Indonesia dengan sehat.
Mata saya tergenang, perjuangan menuntut ilmu santri-santri di Hadramaut luar biasa, Insya Allah berkah pengabdiannya belajar dan khidmah di PCINU Yaman. Juga, teman-teman PCINU Mesir yang dengan sigap membantu. Saya bahagia menjadi sekrup kecil, kecil sekali, di antara handling situasi darurat ini.
Inilah ukhuwwah an-Nahdliyyah. Belum pernah ketemu secara fisik, hanya sesekali WA untuk koordinasi program, tapi hati dan ruh kami saling tersambung oleh kecintaan pada Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, para kiai NU, hingga Kanjeng Nabi.
Mohon doa sedulur semua. Berkah melimpah.
Salam,
Oleh: Gus Munawir Aziz/PCINU United Kingdom