ASWAJADEWATA.COM
Kurban juga dibagikan kepada non muslim di NTT ini dikisahkan dari KH. Ma’ruf Khozin. Di akun facebook pribadinya, beliau menceritakan sebagai berikut:
Pertama, bulan April 2016 saya mendapat tugas untuk menyampaikan materi Aswaja saat Konferwil PWNU NTT, di Kota Kupang. Sejak turun dari Bandara saya sudah dijemput Banser asli Putra Kupang.
Sebenarnya saya sudah minta kepada panitia untuk menginap di rumah pengurus NU setempat, supaya saya bisa banyak berinteraksi dengan warga NTT. Saya tidak suka menginap di hotel (kecuali sama istri hahaha).
Kami pun mengobrol banyak hal, masalah toleransi agama di Kupang, keberadaan pendatang, soal NU dan sebagainya. Sampailah kepada ritual Idul Adha. Menurut mereka saat malam Idul Adha para pemuda Katholik datang ke pengurus masjid yang mempersiapkan shalat Id dan menjaga hewan Qurban. Mereka berkata saat larut malam: “Udah Pak Haji, istirahat saja. Kami yang menjaga masjid dan hewan Qurban”. Begitu tawaran mereka kepada saudaranya yang Muslim.
Setelah Shalat Id dan Qurban sudah disembelih, mereka pun diberi bagian. Mereka berkata: “Ini daging Qurban lebih enak dari pada daging yang kami beli di pasar”. Rupanya mereka dengan sadar bahwa sembelihan secara Islami lebih nikmat dagingnya.
Kedua, di kota besar saat menjelang Idul Adha seperti sekarang materi kajian saya tentu membahas Fikih Qurban. Kalau di Masjid perkampungan yang dibahas paling soal kulit daging, Qurban nazar dan semacamnya. Tapi di Masjid perumahan yang bercampur antara Muslim dan Non Muslim, permasalahan berbeda.
Masjid perumahan yang biasanya berada di tengah-tengah Fasum (Fasilitas Umum) berdekatan dengan rumah Non Muslim. Terkadang hewan Qurban juga diikat tidak jauh dari rumah mereka. Secara ‘pemandangan’ tentu sedikit banyak mempengaruhi hubungan. Kok rasanya tidak enak kalau setelah Qurban disembelih mereka tidak diberi, begitu kata panitia Qurban.
Sumber Fb KH. Ma’ruf Khozin