ASWAJADEWATA.COM
Man asa’a ilaika faqad athlaqaka, barang siapa berbuat buruk kepadamu maka sungguh telah membebaskanmu. Gus Baha’ menyampaikan ini ketika membahas tentang orang-orang yang berbuat buruk kepada kita. Ternyata orang yang melakukan keburukan kepada kita secara otomatis dia membebaskan kita.
Gus Baha’ mengisahkan tentang Imam Syafi’i yang memiliki maqalah tersebut. Imam Syafi’i di masa hidupnya pernah mendapatkan info dari seseorang. Orang ini mengatakan bahwa separuh orang kampung di tempat tinggal Imam Syafi’i tidak menyukai Imam Syafi’i.
Mendengar informasi tersebut, Imam Syafi’i tidak khawatir yang membuat dirinya kepikiran atau gelisah. Justru Imam Syafi’i menanggapi dengan sikap santai dan nyaman-nyaman saja. Karena menurut Gus Baha’, Imam Syafi’i malah merasa dibebaskan oleh orang-orang yang membenci Imam Syafi’i.
Gus Baha’ menggambarkan orang yang berbuat buruk berarti membebaskan, artinya ketika orang itu berbuat buruk seperti membenci berarti kan dia tidak akan mendekat lagi ketika ada kepentingan. Semisal saat dia butuh uang mau ngutang, dia kan tidak mungkin mau ngutang kepada kita yang dibenci. Maka, kita menjadi bebas dari dia berhutang.
Demikianlah sikap seorang yang hatinya penuh dengan kelembutan. Setiap apapun selalu diambil hikmahnya, tidak serta merta menyikapi dengan baper sehingga membuat pikiran dan hati menjadi ruwet, tegang dan emosi. Santai tapi pasti mendapatkan hikmahnya.
Selain itu, orang yang berbuat buruk kepada kita berarti orang tersebut membebaskan dosa kita. Semisal dia melakukan fitnah karena benci kepada kita, maka fitnah yang dia lakukan akan membebaskan dalam arti menghapus dosa kita. Yang penting kita menyikapinya dengan sabar dan mengambil hikmahnya.
Orang yang berbuat buruk, karena dia merasa-menganggap mendapatkan keuntungan atau kepuasan. Semisal dia menganggap, jika dia menyakiti orang lain, orang tersebut akan tersakiti. Padahal orang yang disakiti ini termasuk orang yang ikhlas menerima apa saja yang terjadi pada dirinya. Justru, semakin dia disakiti, dia semakin merasa dekat kepada Allah dan tenteram berada di kondisi spserti itu. Karerna merasa Allah lebih dekat ketika dia tersakiti.
Sungguh percuma kita menyakiti orang yang demikian. Niatnya ingin menyakiti, eh malah dia semakin damai, justru kita yang terus-terusan sakit karena merasa kesel dan capek melihat dia yang tak sakit saat kita menyakitinya. (Gus Tama)