ASWAJADEWATA.COM
Mewujudkan istiqamah memang sangat berat dan sulit. Butuh proses atau latihan yang dikuatkan dengan niat. Terlebih bagi orang yang masih tahap belajar istiqamah. Belum lagi masih digerogoti oleh kemalasan yang kuat sehingga sangat rentan istiqamah hanya menjadi angan-angan.
Mungkin bagi sebagian orang masih merasa bahwa istiqamah merupakan tingkatan yang tinggi dalam ibadah. Ketika mendengar istilah istiqamah, membayangkan istiqamah seolah menjadi sesuatu yang sangat berat karena ketidakmampuan fisik yang kadang sakit, hati yang kadang diserang kemalasan, pikiran yang sering dibingungkan oleh banyak masalah, sehingga mengakibatkan sangat berat untuk istiqamah.
Atau, menganggap istiqamah itu merupakan maqam yang hanya dimiliki oleh seseorang seperti kiai, ulama atau habaib. Orang yang menganggap demikian, merasa tidak pantas atau tidak mampu menyandang gelar ahli istiqamah. Semisal ada yang mengatakan, “Kalau orang seperti saya tidak bisa istiqamah. Istiqamah itu kan maqamnya para kiai, ulama atau habib”. Padahal tidak demikian. Siapa saja pasti bisa istiqamah.
Mungkin alasan lain kenapa kita kadang sangat sulit untuk istiqamah, karena apa yang kita istiqamahkan banyak dan butuh waktu lama. Nah, kita perlu mengurangi apa yang kita istiqamahkan. Karena inti istiqamah itu adalah kesanggupan untuk melakukan suatu ibadah secara terus-menerus. Tidak penting sedikit atau banyak. Terserah mau sebentar atau lama. Yang penting, dilakukan dengan rutin. Itu saja. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits,
ان رسو ل الله سئل اي العمل احب الى الله؟ قال ادومه وان قل
Rasulullah pernah ditanya, “amal apa yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “amal yang terus menerus, meskipun sedikit” (HR. Muslim)
Sesungguhnya, istiqamah itu bukan sesuatu yang hanya dimiliki seorang ulama dan tidak perlu merasa berat untuk melakukan ibadah secara istiqamah. Karena istiqamah bisa dilakukan dan hak setiap seorang hamba. Kunci istiqamah dalam beribadah cukup satu, yaitu kita senantiasa merasa bahwa hidup ini hanya sehari.
Sebagaimana dawuh Gus Baha’, “Pertama, bahwa Allah dan Rasul itu lebih Anda cintai ketimbang yang lain. Mencintai Allah itu nikmatnya ma syaallah. Caranya gimana agar kita istiqamah ibadah? Anggap hidup kamu itu sehari. Syarat menjadi orang saleh itu harus menganggap hidup itu hanya sehari. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan besaok mati ”
Mencintai Allah dan Rasul-Nya menjadi modal utama untuk bisa istiqamah dalam beribadah. Selain juga harus menganggap bahwa hidup ini hanya sehari. Sehingga tidak ada yang patut dicintai dan diharapkan untuk selamanya selain hanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sebaliknya, orang yang bermaksiat, jika menganggap hidup hanya sehari maka dia akan merasa berat dan ketakutan bila tenyata kesempatan hidupnya hanya sehari dan diisi kemaksiatan. Kesadaran ini akan membuat orang tersebut tidak akan bermaksiat.
Gus Baha’ menggambarkan, “Coba bayangkan kalau maksiat sampai 60 tahun kedepan, kan berat. Seminggu saja sudah berat. Tapi, kalau semalam ini tidak bermaksiat karena membayangkan besok akan mati. Besok berpikir begitu lagi, saya tidak akan bermaksiat karena hidup hanya sehari. Terus begitu seterusnya”
Sebab seseorang terus melakukan maksiat karena tidak senang dengan ketaatan, kemudian mencari kesenangan lain berupa kemaksiatan. Padahal, jika bener-bener mau menyadari, bahwa dalam ketaatan itu ada kesenangan bahkan kenikmatan, seperti bercumbu mesra bersama istri.
“Awal maksiat itu karena dimulai tidak senang. Tidak senang lalu mencari kesenangan yang pilihannya maksiat. Coba kalau kesenangan itu ada pada ketaatan, itu luar biasa. Sampai Rasulullah itu menggambarkan ketaatan yang baik semisal ngeloni istri itu sedekah”, jelas Gus Baha’
(Gus Tama)
Dipetik dari ngaji bareng Gus Baha’ dalam video di link https://www.youtube.com/watch?v=xj0WuVOLA10