Kekaguman Kiai Afif Kepada Alumni Pesantren

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: Muhammad Taufiq Maulana

“Saya kagum dengan teman-teman alumni pesantren yang rajin muthala’ah kitab sampai larut malam, padahal mereka tidak punya tugas mengajar baik di rumah, di kelas maupun di tempat-tempat lain. Juga bukan muballigh.”

Demikian dawuh Kiai Afif pada status akun facebook pribadinya. Dari dawuh tersebut, saya mencoba memberi ulasan sesuai kemampuan saya. Bismillah. Dari dawuh kiai tersebut, saya membagi tiga alumni pesantren yang tetap muthala’ah kitab.

Pertama, muthala’ah kitab karena tuntutan. Alumni yang bermuthala’ah kitab karena pertama ini semisal karena mengajar di madrasah atau pesantren. Tidak boleh tidak, ya harus belajar sebelum mengajar.

Kedua, muthala’ah kitab karena undangan. Ini bagi alumni pesantren yang sering mendapatkan undangan mengisi pengajian, seminar, dialog atau mejelis dan forum lainnya.

Ketiga, muthala’ah kitab karena keistikamahan. Inilah yang dimaksud Kiai Afif. Setelah menjadi alumni tetap ngaji atau muthala’ah meskipun tidak ada kewajiban mengajar ataupun undangan mengisi pengajian.

Kiai Afifi yang sangat peduli pada kitab, banyak kisah yang menceritakannya. Salah satu hal yang paling saya ingat, kegelisahan Kiai Afif kepada alumni pesantren adalah santri yang pulang kerumahnya lupa pada ilmunya, karena kitabnya tidak dibuka lagi. Inilah yang selalu menjadi kegelisahan beliau kepada alumni pesantren.

Santri yang tidak membuka kitabnya lagi ketika pulang kekampung halamannya, sebagai salah satu tanda bermanfaatnya ilmu kepada masyarakat atau tidak. Seorang santri yang memang identik dengan kitab kuning, jangan sampai meninggalkan kitabnya meski sibuk dengan profesinya. Inilah yang diharapkan Kiai Afif kepada seluruh santri setelah keluar dari pesantren.

Pernah Kiai Afif menanyakan salah satu santri Ma’had Aly yang hebat saat berbicara di forum. Kiai Afif tidak menanyakan siapa dia atau dari mana dia, tapi yang ditanyakan, “Bagaimana bacaan kitabnya, bagus ya?” Saking pedulinya kepada keilmuan yang referensinya kitab, beliau menanyakan dasar keilmuan seseorang yaitu bisa atau tidak membaca kitab.

Saat saya pamit hendak berhenti dari pesantren, saya curhat bertanya kepada beliau, “Bagaimana jika masyarakat meminta saya untuk mengisi pengajian, sementara ilmu saya pas-pasan, Kiai?”

Kiai Afif menjawab, “Kan karena mengisi pengajian itu yang membuat ilmu kita bertambah. Sebelum berangkat memberi pengajian, belajar dulu. Dengan begitu, dengan sendirinya ilmu bertambah”.

Demikianlah nasihat Kiai Afif kepada saya. Jawaban beliau sesungguhnya lebih kepada, bahwa ilmu itu tidak hanya dipelajari ketika di pesantren saja. Bahkan ketika pulang ke masyarakat, tetap belajar sambil lalu berbagi ilmu kepada masyarakat. Selain itu, beliau memberi motivasi, tidak ada yang tidak bisa jika masih ada kemauan untuk tetap belajar. Sekaligus juga agar tetap istikamah membuka kitab.

diunggah oleh:

Picture of El Muhammad

El Muhammad

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »