ASWAJADEWATA.COM
Khutbah merupakan salah satu media menyampaikan pesan agama. Pesan yang disampaikan harus benar-benar mengena kepada jamaah. Jangan sampai jamaah tidak mendapatkan pesan apa-apa dari khutbah yang disampaikan.
Bukti sampainya pesan khutbah kepada jamaah adalah memahai isi pesan khutbah. Oleh sebab itu, khutbah harus disampaikan secara sistimatis dan padat. Membahas satu tema, sebaiknya fokus satu tema saja. Tidak perlu membahas tema yang lain sehingga redaksi khutbah tidak sistimatis atau bahkan tidak jelas tema apa yang disampaikan.
Maka perlu diperhatikan, penyampaian khutbah tidak perlu panjang. Mengapa tidak dianjurkan memanjangkan khutbah? Padahal jamaah akan banyak mendengarkan siraman rohani? Sebab memanjangkan khutbah justru memberatkan kepada jamaah, terlebih jika mereka sedang tidak bersemangat atau masih harus menyelesaikan pekerjaan setelah Jumatan.
Rasulullah saja menyampaikan khutbah sedang, singkat dan padat. Sebagaimana hadits,
كانت صلاة النبي صلى الله عليه وسلم قصدا وخطبته قصدا
“Shalatnya Nabi sedang dan khutbahnya sedang.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Dalam menjelaskan hadits tersebut, Syekh Abu Tahyyib Syamsul Haq al-Azhim mengatakan:
ـ (وخطبته قصدا ) القصد في الشيء هو الاقتصاد فيه وترك التطويل وإنما كانت صلاته صلى الله عليه واله وسلم وخطبته كذلك لئلا يمل الناس والحديث فيه مشروعية إقصار الخطبة ولا خلاف في ذلك
“Sedang dalam perkara adalah seimbang di dalamnya dan tidak memanjangkan. Shalat dan khutbah Nabi dilakukan dalam durasi sedang agar manusia tidak bosan. Hadits ini menganjurkan meringkas khutbah, dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal tersebut.” (Syekh Abu Tahyyib Syamsul Haq al-Azhim, ‘Aun al-Ma’bud, juz 3, hal. 316)
Syekh Badruddin al-‘Aini menjelaskan:
وفيه من السُّنَّة تخفيف الخطبة وتخفيف الصلاة؛ لأن تطويلهما يثقل على الناس، ولا سيما إذا كان القوم كُسالَى
“Di dalam hadits ini menyimpulkan sunahnya meringankan khutbah dan shalat, sebab memanjangkan keduanya dapat memberatkan manusia, terlebih ketika mereka malas.” (Syekh Badruddin al-‘Aini, Syarh Abi Daud, juz 4, hal. 443).
Anjuran membaca khutbah dalam durasi yang sedang tidak bertentangan dengan hadits Nabi lain yang menganjurkan membaca khutbah dengan pendek. Sebab, yang dimaksud pendek dalam hadits tersebut, pendek jika dibandingkan dengan shalat Jumatnya. Sehingga panjang pendek merupakan hal yang relatif (nisbi).
Diriwayatkan dari ‘Ammar bin Yasir Radhiyallahu anhu, beliau berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ.
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah merupakan ciri dari kefaqihan seseorang.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, makna ungkapan hadits di atas bahwa hal tersebut merupakan ciri bahwa seseorang itu mengerti agama.
مَئِنَّةٌ maknanya adalah ciri bagi sesuatu, dan alasan kenapa pendeknya khutbah menjadi tanda kefaqihan seseorang adalah karena seorang faqih selalu meneliti hakikat sebuah masalah yang dibingkai di dalam kalimat yang singkat dan mudah dipahami, sehingga memungkinkannya mengungkapkan masalah dengan bahasa yang sangat kuat dan penuh dengan makna, karena itu kelanjutan riwayat hadits ini adalah:
فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا.
“Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah, sesungguhnya di antara untaian kata yang indah itu ada daya penarik (bagaikan sihir).”
(Gus Tama)