Kiai Marzuki Hasan, Istiqomah Sebarkan Amaliyah NU di Bumi Makepung

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: Ahmad Wildan

Kiai Ahmad Marzuki Hasan adalah Pengasuh PP. Thariqul Mahfudz Sumbersari, lahir di Dusun Pangkung Tanah Kauh, Desa Melaya, Kec. Melaya, Kab. Jembrana pada tanggal 05 Juli 1970.

Beliau yang akrab disapa Kiai Marzuki itu adalah alumni Pondok Pesantren Burhanul Abror Besuki, Situbondo Jawa Timur pada waktu itu diasuh oleh KH. Mudzakkir Alwi, Lc., M.Si yang merupakan alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang era KH. Yusuf Hasyim. Setelah dari Besuki, Kiai Marzuki nyantri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo pada masa KHR. As’ad Syamsul Arifin.

Setelah pulang dari Pesantren tak menyurutkan semangat Kiai Marzuki untuk terus menimba ilmu kepada para Kiai dan Ulama yang ada di pulau Jawa, beliau pernah nyantri ke beberapa Kiai khos untuk sekedar tabarrukan atau ngalap berkah.

Diantara guru beliau adalah KH. Hannan Maksum Pare Kediri, Gus Maksum Lirboyo, KH. Maimoen Zubair (kepada beliau Kiai Marzuki pernah ngaji Tafsir di PP. Al-Anwar Sarang Rembang), lalu juga pernah nyantri kepada KH. Sahal Mahfudz Rais ‘Aam PBNU 1999-2014, dan ketika mondok di Situbondo  Kiai Marzuki juga sering ngaji tafsir Jalalain kepada KH. Hasan Abdul Wafi yang merupakan pencipta Sholawat An-Nahdliyah, yang saat ini sangat popular dikalangan warga NU. Kemudian kepada KH. Ahmad Sufyan Miftahul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Sumberbunga Seletreng Situbondo yang juga merupakan Mursyid Thariqah Naqshabandiyah.

Dan yang paling lama, Kiai Marzuki nyantri kepada KH. Muhammad Mahfudz Amiruddin serta KH. Abdul Fatah Salam yakni sekitar 10 tahun.

KH. Mahfudz Amiruddin adalah Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Bali dan Pondok Pesantren Sunan Kalijaga Pemuteran, Buleleng. Sedangkan KH. Abdul Fatah Salam dari Bondowoso Jawa Timur merupakan salah satu santri dari KH. Mustafa Lekok, Pasuruan.

Perjalanan Kiai Marzuki dalam mengamalkan ilmunya di Bali dimulai saat beliau mendirikan Pondok Pesantren pada tahun 1996. Dalam menjalankan dakwahnya ini, KH. Mahfudz dan KH. Abdul Fatah lah yang membantu sekaligus membimbing Kiai Marzuki sampai mendirikan Pondok Pesantren itu dengan segala keterbatasan yang ada hingga berkembang cukup pesat sampai saat ini. Bahkan Pondok Pesantrennya sampai dinamakan “Thariqul Mahfudz”. Ini dilakukannya untuk tabarrukan kepada gurunya atas jasa-jasa yang telah diberikan kepadanya.

Salah satu misi dakwah yang dibawa Kiai Marzuki melalui pesantren adalah untuk mengajarkan agama kepada santrinya sesuai dengan paham ajaran Ahlussunnah wal Jamaah annahdliyah sesuai dengan apa yang telah diwariskan dari guru-gurunya terdahulu Ketika belajar di pondok pesantren. Seperti mengajarkan kitab kuning ala pesantren, melestarikan tradisi para ulama NU diantaranya tahlilan dan sholawatan. Hal ini dilakukan untuk memperkuat syariat dan aqidah para santri agar sesuai dengan ajaran Aswaja Annahdliyah atau NU.

Bahkan salah satu kurikulum yang ditetapkan di pesantren Thariqul Mahfudz adalah dengan memasukkan mata pelajaran Aswaja dan KeNUan sebagai mata pelajaran wajib bagi santrinya, yang mana hal tersebut diajarkan langsung oleh Kiai Marzuki kepada santrinya setiap malam rabu.

Kiprah Kiai Marzuki dalam berdakwah di Bali tidak hanya di lingkungan pesantren saja, beliau juga mengajak masyarakat sekitar melalui media dzikir dan sholawat dengan mendirikan majelis yang diberi nama MASS BRO (Majelis Aurodussa’adah dan Sholawat Kubro) di berbagai tempat di Kabupaten Jembrana, bahkan belakangan meluas hingga Kabupaten Tabanan, Denpasar dan Badung.

Beliau gemar mengajak masyarakat agar senang berdzikir dan senang bersholawat dengan metode dakwah ala NU sehingga cara-cara tersebut dapat diterima oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Anggotanya pun beragam, mulai dari kalangan remaja hingga kalangan usia senja.

Berpuluh tahun hal tersebut dilakukannya. Tentunya semua itu dilakukan oleh Kiai Marzuki untuk mengajak kebaikan kepada sesama agar dapat menggapai ridho Allah SWT serta mencegah perbuatan-perbuatan maksiat. Sekali lagi, dengan cara-cara yang humanis ala NU. Karena perlu diketahui bahwa para anggota jamaah MASS BRO Sebagian merupakan mantan preman yang dulunya sangat akrab dengan hal-hal negatif. Berkat bimbingan dan keistiqomahan Kiai Marzuki, sedikit-demi sedikit hal negatif tersebut perlahan bisa hilang dan para jamaahnya bisa insyaf kembali ke jalan yang benar.

Selain keistiqomahan, kunci keberhasilan dakwah yang dilakukan Kiai Marzuki adalah dengan menjaga hubungan baik dengan kalangan umat beragama lain, terutama umat Hindu selaku umat mayoritas yang ada di Bali, yang telah dilakukan sejak sebelum beliau mendirikan pesantren hingga saat ini.

 

diunggah oleh:

Picture of Aswaja Dewata

Aswaja Dewata

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »