ASWAJADEWATA.COM |
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, Tokoh yang biasa tampil dalam panggung bersama Cak Nun itu telah wafat, yaitu KH Ahmad Muzzammil wafat, Kamis 27 Mei 2021 dinihari.
Tentu banyak kisah tentang beliau dari para sahabat dan jamaahnya. Berikut Aswaja Dewata mengutip sebuah kisah dan pesan dari Kiai Muzammil dari akun facebook Sri Narendra Kalaseba
Tiba-tiba telp WhatsApp berdering, hari Jum’at (6/3) setelah sholat Ashar. Saya angkat:
“SNK, ini Muzammil. Kebetulan hari Sabtu malam (7/3) saya ada acara di Balai Kota Solo, mendampingi Cak Nun. Jika ada waktu luang, sebelum datang di Balai Kota, kita bisa ketemu dan ngopi bareng”.
Siapa yang tidak kenal Kiyai Muzammil, seorang Kiyai Nyentrik dan teramat luas ilmu agamanya ini adalah salah satu tokoh penting dalam lingkaran anak Maiyah, tentu bagi saya tidak asing lagi. Dengan penuh suka cita dan serasa tak percaya, langsung saya jawab:
“Allahu Akbar, kasinggihan, sendiko dawuh Kiyai. Terimakasih Kiyai, ini adalah anugerah untuk saya”.
Tanpa rencana dan tidak dinyana-nyana, manusia sekelas kawulo alit dan Santri Ndeso seperti saya kok ditelp Kiyai Muzammil, di ajak ngopi lagi, istilah Jawanya bejo kemayangan.
Benar sudah, kami dipertemukan oleh Allah pada Sabtu malam setelah Isya’. Saya tanya sama beliau:
“Ngapunten Kiyai, siapa yang tidak tahu jenengan?! Sahabat-sahabat saya di Jogja dan Solo saja sangat mengidolakan jenengan. Malah beberapa teman pengusaha batik di Pantura sering menceritakan jenengan pula. Kok ya jenengan kerso telp saya dan berkenan meluangkan waktu untuk bertemu dengan saya. Maaf, ada dawuh apa ya Kiyai”
Dengan senyum ringan, beliau jawab:
“SNK, saya kok gak merasa segitunya. Saya telp jenengan itu ya karena hati saya tiba-tiba menginginkan demikian. Semua adalah skenario Allah dan saya yakin bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik. Niat saya Lillahi Ta’ala silaturahmi. Tidak merasa sebagai orang terkenal, tidak sebagai Kiyai atau apalah. Yang pasti AlhamduLillah bisa dipertemukan dengan jenengan”
Tidak banyak hal penting yang beliau bicarakan, justru fokusnya memotivasi saya agar jangan patah semangat dan terus bergerak untuk membumikan kembali keluhuran peradaban serta ajaran Wali Songo dari sisi adat istiadat, seni dan budaya juga nilai-nilai sejarahnya.
Tegas beliau:
“Jangan ragu dengan janji Allah, bahwa yang haq akan didatangkan dan yang bathil akan dibinasakan. Yang penting jaga niat, tetap tegak lurus mengikuti amanah leluhurmu. Rangkul semua orang, jangan beda-bedakan. Islam itu indah, Islam itu kebersamaan, Islam itu Hamemayu Hayuning Bawono. Saya datang sebagai sesama muslim, tidak sebagai orang terkenal, tidak sebagai Kiyai, dan apalah itu embel-embel, tidak penting?! Bukankah silaturahmi itu selain Sunnah juga bagian dari usaha untuk saling bersinergi demi kehidupan beragama, berbangsa dan bermasyarakat agar lebih baik dari sebelumnya. Jangan sungkan dan jangan kaku gitu, kalo mau merokok ya merokok aja”
Ladalaaa, hahaha… Kiyai tahu aja saya lagi nahan diri untuk tidak merokok. Dari tadi mau ngebul sungkan. Karena sudah didawuhi suruh merokok ya apa boleh buat, nawaitu auto ngebul ria… Dawuh Kiyai kok dilawan?! Hus, mboten pareng, hahaha…
Coba saja di negeri ini banyak ditemukan tokoh masyarakat seperti Kiyai Muzammil yang dengan rendah hati bahkan secara suka rela mendatangi para kawulo alit, seperti saya ini contohnya. Tentu bangsa ini akan lebih damai, toto titi tentrem, kerto raharjo.
Terimakasih Kiyai, semoga Kiyai selalu diberi kesehatan prima, panjang umur, penuh keberkahan dan murah rizki, Aamiin.
Di akhir pertemuan saya matur, maaf Kiyai, boleh saya minta ijazah. Beliau jawab:
“Cintailah NU, khidmadlah pada Kiyai-kiyai NU, pertahankan ajaran NU dan rokoknya dikurangi, dari tadi kok bal bul terus, yang melihat jadi ri ngeri tak iye”
Saya Jawab: Insya Allah, Kiyai…
(Sambil nahan ketawa, lah Maduranya keluar, pake tak iye segala) Hahaha… Los, ora rewel, santuyyy…
Oleh: Sri Narendra Kalaseba