ASWAJADEWATA.COM |
Hatim al-Ashom ialah seorang diantara bijak bestari terkemuka abad ke-tiga hijriah, kekasih Allah yang masyhur. Mengenai ini, Imam Junaidi al-Baghdadi berkomentar: “Hatim adalah Abu bakar dizamannya”
Syekh Hatim mengarungi ilmu dan kesalehan di bawah bimbingan para guru sufi masyhur dijamannya. Diantara guru yang sangat lama diikuti beliau adalah syekh Syaqiq al-Balkhi. Tiga puluh tiga tahun lamanya beliau menimba ilmu dari Sang Syekh.
Lazimnya seorang guru ingin tahu hal apa saja yang sudah diperoleh oleh muridanya, suatu kali syekh Syaqiq menanyakan perihal apa saja yang sudah Hatim peroleh darinya.
“Apa saja yang sudah engkau pelajari dariku, Hatim?”
“Ada delapan persoalan, syekh”
“Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.. Tiga puluh tiga tahun umurku habis bersamamu, sementara engkau hanya dapat delapan masalah!”
“Sungguh, ustadz. Aku tidak bohong. Hanya itu yang aku dapat.”
“Apa itu?”
Kemudian Hatim memaparkan delapan masalah yang ia peroleh selama 33 tahun belajarnya itu,
“Pertama: aku melihat, setiap manusia itu pasti mencintai seseorang, sementara ia dan yang dicintainya suatu saat nanti akan masuk liang lahat. Di situ sang kekasih akan meninggalkannya, maka dari itu aku menjadikan amal baik sebagai kekasihku. Ia tidak akan meninggalkanku, akan menemaniku di alam kubur nanti.”
“Ahsanta, ya Hatim! Lalu yang kedua?”
“Aku merenungi firman Allah ta’ala: ‘Adapun seorang yang takut pada derajat tuhannya dan menahan hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat kembalinya’. Dan aku tahu bahwa firman-Nya adalah kebenaran, maka aku bersungguh-sungguh menahan hawa nafsuku sampai aku senantiasa taat kepada-Nya.
Ketiga, aku melihat setiap manusia memiliki hal berharga pada dirinya, lalau aku membaca firman Allah ta’ala: ‘Apa-apa yang disampingmu akan sirna sementara apa-apa yang di sisi Allah akan abadi’. Maka setiap kali aku mendapatkan sesuatu, segera aku gunakan dijalan Allah agar sesuatu itu abadi di sisi-Nya.
Keempat, aku melihat sungguh para manusia itu selalu berkutat pada harta, kemulianan dan nasab. Aku berpikir, lalu kesimpulanku bahwa tidak ada sesuatu apapun di dalamnya. Kemudian aku menengok firman Allah ta’ala: ‘Sungguh yang paling mulia dari kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwanya’. Maka aku memilih takwa dengan harapan menjadi mulia di sisi Allah;
Kelima, aku melihat para manusia saling mencela, saling melaknat satu dengan lainnya. Dan muaranya adalah kedengkian. Maka aku kembali menengok firman Allah ta’ala: ‘Aku telah menjatah maisyah mereka dikehidupan dunia itu’. Kemudian aku meninggalkan kedengkian dan menjauhi mereka. Aku yakin bahwa bagian itu datangnya dari Allah maka aku jauhkan diriku dari permusuhan para manusia.
Keenam, aku melihat para manusia saling mendzolimi satu dengan lainnya, kemudian aku menengok firman Allah ta’ala: ‘Sungguh musuh bagi kalian adalah setan, maka jadikanlah ia musuhmu’. Maka yang aku musuhi hanyala setan. Dan aku benar-benar berhati-hati darinya karena Allah sudah menyataknnya, akhirnya aku meninggalkan untuk memusuhi mahluk Allah selainnya.
Ketujuh, aku memperhatikan begitu banyak manusia yang berlebihan mencari makan sampai-sampai mereka merendahkan dirinya dan masuk dalam keharaman. Lalu aku tengok firman Allah ta’ala: ‘Tidaklah ada yang melata di bumi kecuali sudah Allah tanggung rezekinya’ bukankah aku sebagian dari yang melata itu, yang sudah Allah tanggung rezekinya itu? Dari itu maka aku mnyibukkan diri pada tanggunganku kepada Allah dan meninggalkan yang sudah Allah tanggung untukku.
Dan yang terakhir, aku memperhatikan begitu banyak manusia yang menggantungkan perkaranya pada yang lain. menggantungkan kesehatannya pada orang ini, dagangannya pada orang itu dsb. Lalu aku kembali pada firman Allah Ta’ala: ‘Siapa yang bertawakkal pada Allah, maka Allah akan mencukupinya’. Maka akau bertawakkal kepada Allah.”
Mendengar penuturan muridnya demikian, Syekh Syaqiq pun memujinya,
“Semoga Allah senantiasa memudahkanmu. Sungguh aku telah menelaah ilmu-ilmu dalam Taurat, Injil, Zabur, Alquran dan aku menemukan bahwa segala macam kebaikan dan keagamaan yang banyak itu berkisar dalam delapan hal yang sudah engkau tuturkan tadi. Maka barang siapa mengamalkannya, sungguh ia telah mengamalkan empat kitab tadi.”(IM)
Dari Kitab Salalim al-Fudola karya Syekh Nawawi al-Bantani.
Sumber: LIRBOYO