ASWAJADEWATA.COM |
Sejak ditetapkan Covid-19 sebagai pandemi oleh WHO, hampir semua negara terdampak menjalankan prosedur lockdown ataupun sekedar pembatasan perlintasan wilayah untuk melindungi warganya.
Ekonomi dan kondisi moneter pun terganggu oleh situasi masyarakat yamg sedang diliputi kekhawatiran. Langkah anjuran social distancing juga memberi dampak psikologis bagi prilaku keseharian mereka. Tapi langkah-langkah itu menyebabkan trend positif penurunan tingkat penyebaran virus antar manusia. Hal ini ditunjukkan oleh angka-angka statistik yang didapat dari negara-negara yang telah lebih dahulu diserang, seperti China, Iran, Italy, German, Perancis dan lainnya.
Sedangkan di Indonesia, baru sekitar di akhir Februari muncul data ODP dan PDP setelah kematian seorang wisatawan Inggris di Pulau Bali mencuat di media nasional. Sontak saja masyarakat Indonesia heboh karena tidak siap dengan kenyataan bahwa negaranya dapat juga terkena serangan. Disebabkan kurangnya informasi dan sosialisasi tentang bahaya dan cara penyebaran covid-19 berikut cara penanggulangannya.
Pertama kali yang terlintas dalam pikiran masyarakat awam adalah penggunaan masker sebagai pelindung diri paling sederhana yang dapat dilakukan. Maka market rush dari penjualan masker medis menjadi tak terhindarkan. Harganya yang semula 20,000/box jauh melonjak jadi hingga 300.000/box karena permintaan jauh meningkat dibanding ketersediaannya di pasar.
Situasi ini otomatis melahirkan spekulan yang memanfaatkan peluang mengambil keuntungan sesaat walaupun dipandang tidak elok dan terkesan buruk.
Menyadari hal tersebut, sebagian masyarakat yang kritis dan kreatif melakukan produksi masker sendiri. Seperti yang dilakukan Tri Widiyatmoko, seorang pengusaha konveksi asal Dusun Tegalsari, Desa Puri, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, yang secara swadaya membuat masker.
“Prihatin, saat ini masker harganya melambung tinggi dan sulit untuk mendapatkannya, ” ujarnya dikutip dari laman suaramojokerto.com di kantor pemasaran di Desa Puri, Kecamatan Puri, Mojokerto, Kamis kemarin (26/03/2020).
Dia bersama puluhan karyawannya memanfaatkan mesin jahit yang dia miliki untuk membuat masker kain dengan bahan kain spunbond dan sisa kain jenis combed.
“Saya coba membuat dengan melihat tutorial di sosial media kemudian saya buat lalu saya bagikan secara gratis kepada lingkungan secara cuma-cuma, dan yang membutuhkan,” paparnya.
Begitu pula sikap pasangan suami-isteri Ridho Ikhsan dan Fella Diasary di Kota Pekanbaru. Keduanya secara swadaya membuat masker dari kain, lalu dibagikan secara gratis ke warga dan rumah sakit di Provinsi Riau untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.
”Istri saya menjahitnya sendiri, dan saya bantu menggunting dan memasang karetnya,” kata Ridho Ikhsan di Pekanbaru, dilansir dari Antaranews.com Selasa (24/3/2020). Ridho bersama isterinya Fella Diasary memanfaatkan mesin jahit sendiri untuk membuat masker kain. Mereka menggunakan bahan tekstil jenis oxford. Satu meter kain bisa untuk 20 helai masker.
Perlahan namun pasti, kesadaran dan kepedulian masyarakat meningkat seiring dengan informasi akurat yang didapat oleh mereka dari pemerintah. Kekurangsiapan pemerintah jika disampaikan secara terbuka malah mengundang empati masyarakat untuk dapat saling bahu membahu melawan Covid-19.
Penulis: Dadie W. Prasetyoadi
Editor: Abdul Karim Abraham