ASWAJADEWATA.COM |
Dulu ketika Kiai Syamsul Arifin sudah masuk usia senja dan pesantren membutuhkan regenerasi Kiai As’ad sebagai putra tertua justru menolak menggantikan kedudukan sang Ayah. Kiai As’ad merekomendasikan adiknya sebagai pengasuh pesantren Sukorejo yang bernama Abdurrahman Syamsul Arifin, yg katanya lebih alim dari Kiai As’ad.
“Biar adik saja, saya tidak pantas menjadi pemimpin pesantren ini”. sembari menunggu kedatangan sang adik yang belajar dan berkarir di Mekkah, untuk sementara yang mengurus Pesantren adalah Kiai As’ad. di sela-sela itu, Kiai As’ad sudah menyiapkan salah satu dari dua tempat di Banyuwangi dan Asembagus untuk ditempati kelak ketika adiknya sudah pulang ke Sukorejo.
Takdir berkata lain, Kiai Abdurrahman wafat di Mekkah dan rencana awal tak terjadi. Kiai As’ad mau tidak mau jadi pengasuh Pesantren meneruskan ayahandanya.
Suatu waktu, Oleh Presiden Soekarno Kiai As’ad diminta menjadi Menteri Agama. tanpa menunggu lama, permintaan ini segera ditolak. dengan diplomatis Kiai As’ad mengatakan: “Saya lebih cocok ngurus pesantren saja”.
Pasca wafatnya Kiai Bisri Syansuri, para kiai kebingungan perihal siapa yang akan menduduki kursi Rais Aam. Kiai As’ad sebagai seorang kiai sepuh sekaligus sebagai mediator berdirinya NU sangat potensial menjadi Rais Aam.
Ketika ada utusan meminta beliau, dengan agak marah Kiai As’ad menolak. beliau mengatakan:
“Jangankan anda, malaikat Jibril nyuruh saya jadi Rais Aam, saya tetap menolak!”
sembari menolak, Kiai As’ad mengajukan Kiai Mahrus Aly sebagai Rais Aam. utusan itu kemudian meminta Kiai Mahrus. bukan menerima, Kiai Mahrus malah menolak. dengan nada yg mirip, beliau berujar:
“Jangankan malaikat Jibril, malaikat Izrail yang nyuruh saya tetap menolak jadi Rais Aam!”.
…….
Berdasarkan hasil Munas dan Konbes kemarin, Muktamar yang salah satu agendanya memilih Rais Aam dan Ketua Umum PBNU akan digelar pada bulan Desember. semoga suasana tetap kondusif meskipun ada beberapa orang sudah dibursakan sebagai kandidat. Jadi, kaitannya dengan jabatan dan kedudukan tradisi para kiai NU adalah tradisi penolakan dan merasa tidak pantas. bukan tradisi menerima apalagi merasa pantas.
maka ajakan untuk polling pemilihan ketua NU yang sudah menyebar di beberapa grup itu jelas bukan tradisi NU. entah siapa inisiatornya? yang aneh, kok masih ada beberapa orang masih ikut menyebar apalagi sampai mengajak hanya karena ada nama kiainya di dalam daftar polling. sekali lagi, itu bukan tradisi kita.
Oleh: Ahmad Husain Fahasbu | Kiai Muda Jawa Timur